by Akhirul Anwar Jibi Harian Jogja - Espos.id Jogja - Minggu, 21 Oktober 2012 - 04:06 WIB
JOGJA-Seni tradisi senam angguk masih dipersepsikan sebagai tarian erotis. Ini dinilai dari pemakaian kostum dan gerakan seringkali salah persepsi. Padahal angguk merupakan tarian seni tradisi yang bernuansa Islam.
Kepala Seksi Adat dan Tradisi Dinas Kebudayaan DIY, Yata mengatakan, filosofi angguk awal mulanya sebagai media dakwah agama Islam. Pelakunya oleh laki laki. Tapi dalam perkembangan jaman, agar tidak punah kemudian dikembangkan penarinya perempuan. Sayangnya konotasi perempuan menjadi salah persepsi.
Busana ketika menari mengarah kepada pakaian ketat karena lebih diminati masyarakat. Fakta di lapangan, penari yang memakai baju ketat lebih banyak permintaan tampil. "Makanya konotasi perempuan ini harus diluruskan, bukan terus pakainnya yang ketat," ujarnya disela pesta rakyat syukuran Keistimewaan DIY di kantor DPRD DIY, Jumat (19/10/2012).
Eksistensi angguk sangat digemari masyarakat Jogja. Penonton selalu membeludak setiap ada event dengan penampilan angguk. Regenerasi juga sangat pesat dengan menyebarluaskan kesenian tradisi ini hingga tingkat Sekolah Dasar. "Pelaku anak anak sangat antusias," terangnya.
Pada dasarnya, angguk sudah menjadi ikon Kulonprogo. Sedikitnya ada 10 kelompok angguk yang eksis. Di kabupaten lain, ada angguk kipas dari Sleman.