by Andreas Tri Pamungkas Jibi Harian Jogja - Espos.id Jogja - Jumat, 24 Januari 2014 - 12:59 WIB
Harianregional.com, JOGJA-Warga Suryatmajan keberatan dengan penggusuran terhadap seluruh bangunan untuk pengembalian gerbang pintu masuk-keluar Komplek Perkantoran Pemerintah Daerah DIY, kepatihan di sisi selatan.
"Saya mau bilang apa ya?" ujar Aryanto, Ketua RW 12 Kampung Suryatmajan ketika ditanya HarianJogja.com mengenai rencana penggusuran itu, Kamis (22/1/2014).
Ia mengaku bingung bagaimana menyuarakan suara warganya. Belakangan rumahnya sering didatangi oleh warga yang memprotes rencana itu. Ia berharap dipanggil Pemda, agar aspirasi warga itu tidak dipikulnya sendiri.
Menurut dia, warga sebenarnya tidak keberatan dengan pengembalian pintu gerbang, asalkan itu untuk kepentingan umum.
Menurut dia, warga sebenarnya tidak keberatan dengan pengembalian pintu gerbang, asalkan itu untuk kepentingan umum.
"Tapi kalau penggusuran itu dari benteng pagar Kepatihan sampai jalan, itu kepentingan umum atau kepentingan pemerintah saja?," ujar dia mengkritik.
Bagi dia itu lebih kepada kepentingan pemerintah. Sebab, banyak warga yang dikorbankan. Dari beteng ke Jalan Suryatmajan yang berjarak 12 meter itu terdapat rumah warga dan pertokoan.
Dari sosialisasi yang diikuti, penggusuran dari ujung barat (Jalan Margo Mulyo/Ahmad Yani) dan ujung timur (Jalan Mataram). Di ujung timur tersebut terdapat Masjid Quwattul Islam. Masjid itu dengan spanduk besar baru mengumumkan penggalangan dana untuk merenovasinya menjadi tiga lantai lengkap dengan basement.
Sementara di sebelah barat masjid itu, terdapat bangunan baru. Berdasarkan pengakuan pemilik kepada Aryanto, bangunan itu dibangun dengan cara utang bank. Mendapatkan aduan itu, Aryanto tak dapat menjawabnya.
Dari sosialisasi yang sudah dilakukan sebanyak tiga kali, warga belum mendapatkan mekanisme ganti rugi. Malah, pada pertemuan terakhir di Kompleks Kepatihan, Pemda menginventarisir kepemilikan tanah. Sejak saat itu, pembaruan surat izin gangguan yang diurus pertokoan tidak diterbitkan. "Alasannya karena ada Surat Edaran Gubernur terkait rencana penggusuran itu," ungkapnya.
Pemilik toko nonpribumi yang mengurus itu akhirnya hanya mendapatkan surat hak guna bangunan.
Perkiraan Aryanto setelah semua bangunan digusur, beteng pagar Kepatihan itu akan diambrukan supaya pendopo-pendopo di dalam terlihat dari luar.
Seharusnya, menurut dia, kalau rencana itu adalah untuk kepentingan umum, Kantor Pemda saja yang dipindah, bukan pedagang. Toh, kompleks itu sudah menghadap ke arah Kraton. "Kami setuju kalau kepatihan untuk cagar budaya saja, bukan perkantoran," katanya.
Hal yang memungkinkan adalah penggusuran pada bangunan yang terdapat di antara gerbang sebelah barat dan timur Kompleks Kepatihan. Sebab, sudah ada seorang warga yang rela melepas tanahnya dengan diganti tanah lain, dan seorang pemilik lainnya sudah menyatakan akan menjual tanahnya.
Warga, menurut dia, juga malah tidak meminta rugi kalau penataan itu sekadar perluasan jalan dua meter, baik di kiri bahu jalan atau kanan. "Kalau penggusuran itu dari pintu barat ke ujung barat dan pintu timur ke ujung timur malah bermasalah itu, " ulasnya.