by Abdul Jalil - Espos.id Regional - Rabu, 7 April 2021 - 08:25 WIB
Esposin, MADIUN -- Serikat Buruh Madiun (SBM) Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dan pekerja menggugat CV Nutri Health Madiun. Pasalnya, perusahaan makanan itu memecat 15 pekerjanya tanpa pesangon.
Gugatan itu diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Pengadilan Negeri Surabaya Kelas 1A, Senin (5/4/2021).
Koordinator SBM KASBI, Aris Budiono, mengatakan gugatan itu ia ajukan bersama 15 pekerja CV Nutri Health yang di-PHK. Perusahaan penyedia makanan sehat dan bergizi untuk pasien rumah sakit ini memecat 15 pekerjanya dengan alasan mereka melakukan mogok kerja.
“Alasan itu sama sekali tidak benar dan tidak berdasarkan fakta di lapangan. Bahwa pekerja tidak pernah melakukan mogok kerja dalam bentuk apa pun. Alasan mogok kerja tidak sah tersebut adalah alasan yang mengada-ada dan atau dibuat-buat oleh pihak CV Nutri Health semata untuk membenarkan surat PHK yang diberikan,” kata dia, Selasa (6/4/2021).
Baca Juga: Miras di Madiun Marak, Kapolres: Itu Produk dari Luar Kota
“Alasan itu sama sekali tidak benar dan tidak berdasarkan fakta di lapangan. Bahwa pekerja tidak pernah melakukan mogok kerja dalam bentuk apa pun. Alasan mogok kerja tidak sah tersebut adalah alasan yang mengada-ada dan atau dibuat-buat oleh pihak CV Nutri Health semata untuk membenarkan surat PHK yang diberikan,” kata dia, Selasa (6/4/2021).
Baca Juga: Miras di Madiun Marak, Kapolres: Itu Produk dari Luar Kota
Aris menyampaikan 15 pekerja tersebut dipecat tanpa diberi pesangon oleh perusahaan itu. Kondisi ini membuat kerugian materil bagi para pekerja, terlebih mereka harus mengeluarkan biaya-biaya pengurusan penyelesaian perselisihan. Seperti perundingan Bipartit, menghadiri persidangan mediasi ke Dinas Tenaga Kerja Kota Madiun, sampai pengajuan gugatan maupun menghadiri sidang PHI yang akan datang.“Tidak dibayarkannya pesangon yang menjadi hak yuridis pekerja telah menimbulkan kerugian immaterial, berupa dampak psikologis. Baik menimpa pekerja maupun keluarga secara signifikan,” jelas dia.
“Oleh sebab itu, kami menyatakan menolak anjuran tersebut dengan bukti Surat Jawaban Menolak Anjuran yang disampaikan kepada mediator hubungan industrial Disnaker Kota Madiun,” jelas dia.
“Kalau mereka enggak mau tanda tangan kontrak berarti kan tidak mau bekerja. Saya mau memaksa juga tidak bisa. Terus kalau enggak mau tanda tangan kontrak kan, berati tidak mau kerja. Saya anggap mereka mengundurkan diri,” kata dia saat dimintai konfirmasi, Selasa.
Baca Juga: Kasus Covid-19 di Jatim Melandai, Tapi Penyebarannya Belum Berhenti
Sebelumnya, belasan karyawan itu sempat mogok kerja selama lima hari karena menuntut upah layak sesuai upah minimum kota (UMK). Di Kota Madiun UMK tahun 2020 senilai Rp1.954.705 per bulan. Saat itu gaji karyawan berkisar Rp1,4 juta per bulan.
“Saya enggak bisa [membayar gaji karyawan sesuai UMK]. Karyawan kita banyak sekali, kalau [sesuai] UMK ya tidak nutut [cukup],” kata dia.
Faktor lain ia tidak menggaji gaji para karyawan sesuai UMK adala karena jam kerja tidak sampai delapan jam. Bahkan saat sif sore, waktu kerja hanya empat jam.