regional
Langganan

KISAH PASANGAN DIFABEL: Kami Tak Pernah Menyerah Menjalani Hidup... - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Nina Atmasari Jibi Harian Jogja  - Espos.id Jogja  -  Rabu, 25 Juli 2012 - 10:38 WIB

ESPOS.ID - PANTANG MENYERAH—Ponimin dan Tuminem bekerja membuat emping melinjo di dapur rumahnya, Dusun Degung Desa Kaliagung Sentolo, Selasa (24/7). (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Keterbatasan memang membuat Ponimin tidak bisa melakukan kegiatan seperti kebanyakan orang. Namun, keterbatasan itu tidak menjadikannya patah semangat. Ia tetap berjuang dan bekerja untuk bisa hidup layak seperti orang kebanyakan.

Advertisement

Pasangan suami istri ini bekerja sama. Ponimin, 46, sang suami, memasak melinjo dalam tungku dan mengangkat melinjo yang matang. Tuminem, 51, istrinya berada di sampingnya mengambil melinjo matang dan memukulnya dengan batang besi hingga pipih, menjadi emping.

“Ya seperti ini kegiatan kami sehari-hari, karena memang kami tidak bisa kemana-mana, apalagi bekerja keluar,” ungkap Tuminem, ditemui di rumahnya di RT 8 RW 4 Dusun Degung Desa Kaliagung Sentolo, Selasa (24/7).

Keduanya, memang tidak sempurna. Ponimin mengalami kelainan pertumbuhan sehingga kakinya tidak bisa tumbuh normal, sedangkan Tuminem mengalami Cereblar Palsy sehingga gerak tangan dan kakinya sering tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, keterbatasan itu tidak menghalangi keduanya untuk berjuang hidup layak.

Advertisement

Ponimin menuturkan, sejak muda, ia telah bekerja. Kegiatannya hanya mengolah sawahnya yang sekitar 200 meter persegi dan ia tanami padi. Selain itu di pekarangan rumahnya ia ditanami kelapa dan kayu-kayuan. Hanya dari lahan itulah ia hidup.

Sehari-hari, ia mengolah sawahnya. Untuk menghemat biaya, ia mengerjakan sendiri semua pekerjaan di sawah, termasuk mencangkul dan memetik kelapa. “Daripada membayar buruh, lebih baik dikerjakan sendiri, semampu saya,” ujarnya.

Namun dengan kondisi tubuhnya, ia tidak bisa mengangkat benda-benda berat. Saat itulah ia baru meminta bantuan buruh tani.

Advertisement

Sementara Tuminem, sehari-hari di rumah. Beruntung ia pernah mengikuti pelatihan membuat emping, sehingga menjelang lebaran seperti sekarang ini, ia dimintai tetangga untuk membuatkan emping melinjo. Untuk membuat emping, ia harus lakukan berdua. Ketika suaminya harus bekerja di sawah, maka ia mengajak saudaranya, namun ketika suaminya tidak ada pekerjaan, mereka akan mengerjakan berdua.

Dalam sehari, mereka bisa membuat lima kilogram emping. Ongkos membuat emping yakni Rp3.000 per kilogram. “Berapapun hasilnya kami syukuri,” ungkap Tuminem.

Sehari-hari, pasangan ini harus menghidupi anak mereka, Agung Nugroho yang masih duduk di bangku kels 2 SMP. Agung sendiri tumbuh normal menjadi anak yang bisa bersekolah. Selain itu, di rumah mereka ada dua kakak Ponimin yang hidup dengan kondisi yang kurang sempurna.

Ponimin menambahkan, dirinya tidak pernah mengeluh dengan keterbatasan dan kondisi yang mereka alami. Ia mengaku selalu berusaha seperti layaknya orang lain yang tumbuh normal, meskipun beberapa kondisi ia harus menyerah. “Saya tidak mau putus asa. Yang penting saya berusaha dahulu, kalau tidak bisa baru meminta bantuan,” ungkapnya.

 

Advertisement
Harian Jogja - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif