by Newswire - Espos.id Jateng - Kamis, 20 Oktober 2022 - 14:44 WIB
Esposin, JEPARA -- Keberadaan tambak udang ilegal di Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, meresahkan sejumlah warga. Tambak itu menyebabkan kerusakan ekosistem alam di sekitarnya.
Koordinator warga Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa, yang menolak tambak, Bambang Zakaria, menuturkan, tambak itu muncul sejak 2018. Pengelola tambak ilegal itu tidak memperhatikan pembuangan limbah.
Limbah dari tambak itu pun dibuang sembarangan hingga merusak ekosistem lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan hasil uji laboratorium sampel Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa, limbah tambak udang itu merupakan limbah organik.
Limbah tersebut mengandung nitrogen, fosfat dan zat lainnya yang melebihi baku mutu. Keberadaan limbah tersebut membuat alga semakin subur.
Limbah tersebut mengandung nitrogen, fosfat dan zat lainnya yang melebihi baku mutu. Keberadaan limbah tersebut membuat alga semakin subur.
”Bahkan cacing sudah pada mati. Sangat mengerikan dampaknya,” ungkap pria yang akrab disapa Jack itu, sebagaimana dilansir dari Murianews.com, Kamis (20/10/2022).
Baca juga : Asal-Usul Pantai Bandengan Jepara
Pasalnya, limbah yang dibuang ke laut sangat merusak ekosistem. Padahal, pemandangan ekosistem itulah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.
”Dulu visualnya ijo royo-royo. Sekarang berubah. Baunya menyengat. Udang busuk, kotoran, lintah mati. Sekampung itu baunya. Banyak wisatawan yang kecewa dan protes dengan kondisi Karimunjawa saat ini,” tandas Jack.
Jack menegaskan, masyarakat Karimunjawa tetap hidup sejahtera tanpa adanya tambak udang. Masyarakat bisa hidup dari sektor wisata, nelayan dan pemanfaatan sumber daya yang ada dengan memperhatikan etika lingkungan. ”Tanpa tambak, masyarakat sudah bisa hidup sejahtera. Dari dulu kami bisa sejahtera,” jelas Jack.
Baca juga : Gempa Bumi di Laut Jawa Simpan Banyak Misteri yang Belum Terungkap
Keberadaan tambak udang sangatlah merugikan masyarakat setempat. Jack mengungkapkan, pemilik lahan yang disewa pemodal untuk dijadikan tambak sangatlah merugi. Rata-rata lahan mereka disewa sekitar Rp7 juta untuk satu petak.
Tak sampai di sana, sewa dilakukan selama kurang lebih sepuluh tahun. Jack menyatakan, rata-rata pekerja tambak bukanlah warga setempat. Melainkan pendatang dari luar Karimunjawa. Tak jarang, warga setempat hanya kebagian pekerjaan menggosok lumut di tambak atau pekerjaan kasar lainnya yang tak ternilai.
”Padahal mereka [pemilik tambak] bisa meraup keuntungan sekitar Rp3 miliar dalam empat bulan [atau sekali panen]" ungkap Jack.