regional
Langganan

TRADISI BANTUL : Doa untuk Hewan Ternak, Warga Gelar Ritual Guyangan Raja Kaya - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia | Espos.id

by Arief Junianto Jibi Harian Jogja  - Espos.id Jogja  -  Kamis, 17 September 2015 - 17:51 WIB

ESPOS.ID - Suasana saat ritual Guyangan Raja Kaya, di Dusun Pokoh II Desa Dlingo, Rabu (16/9/2015). (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Tradisi Bantul salah satunya adalah Guyangan Raja Kaya, bertujuan mendoakan hewan ternak

Harianregional.com, BANTUL-Tergopoh-gopoh, puluhan orang menuntun ternaknya. Kambing-kambing terus mengembik. Begitu juga dengan sapi yang terus saja menggelang-gelengkan kepala tatkala pemiliknya menariknya dengan paksa.

Advertisement

Dengan mengenakan pakaian adat Jawa, mereka menuntun ternak-ternaknya itu berkumpul di satu tempat, yakni di balai Dusun Pokoh II, Desa Dlingo, Rabu (16/9/2015) pagi. Bukan untuk disembelih, bukan pula untuk acara kontes dan semacamnya, ternak-ternak itu mereka  kumpulkan untuk dimandikan di salah satu sendang dusun tersebut.

Guyangan Raja Kaya. Begitulah warga Dusun Pokoh II menyebut ritual itu. Ritual memandikan ternak yang sudah ditradisikan oleh para leluhur mereka itu bertujuan untuk memberikan berkah bagi ternak. “Biar ternak kami subur dan cepat beranak,” kata Legiman, Kaum Rois Dusun Pokoh II.

Advertisement

Guyangan Raja Kaya. Begitulah warga Dusun Pokoh II menyebut ritual itu. Ritual memandikan ternak yang sudah ditradisikan oleh para leluhur mereka itu bertujuan untuk memberikan berkah bagi ternak. “Biar ternak kami subur dan cepat beranak,” kata Legiman, Kaum Rois Dusun Pokoh II.

Dari Balai Dusun itu, mereka lantas beriringan menarik ternaknya masing-masing ke lokasi ritual. Di belakangnya, belasan penari terus saja berlenggak lenggok mengikuti hentakan musik.

Mungkin tak terbiasa dengan kerumunan orang dan hentakan musik gamelan, hewan-hewan ternak itu seolah ingin terus berontak. Kambing terus mengembik, dan sapi terus melenguh sembari menggelengkan kepala besarnya.

Advertisement

Anehnya, hewan-hewan yang sedari tadi terus berontak itu, mendadak tenang saat seorang tetu adat Dusun Pokoh II menyentuh dan mengelus mereka. Hewan-hewan itu seolah menikmati setiap gerak dan elusan tangan sang pemangku adat.

Berhasil menenangkan hewan, sang pemangku adat pun lantas menuju ke arah sebuah bejana penampung air dari sendang yang mereka sebut dengan nama Sendang Sari. Di dalam bejana itu, selain sudah tertampung air sendang, tumpukan kembang setaman pun sudah terlihat larut. Alhasil, aroma wangi bunga pun merebak jika tutup bejana itu sesekali dibuka.

Mulut sang pemangku adat terlihat komat kamit. Entah doa macam apa yang dilantunkannya. Atau mungkin ia sengaja tak ingin menyuarakannya agar doa itu seolah menjadi bahan percakapannya saja dengan Yang Maha Kuasa.

Advertisement

Kalimat terakhir doa itu pun rampung dibisikkan oleh sang pemangku adat. Berikutnya, segenggam daun dadap serta air sendang lantas disiapkan oleh pemangku adat lainnya. Seperti tengah memercikkan berkah, secara bergantian, mereka mencipratkan air sendang itu ke kepala setiap hewan ternak itu dengan memakai daun dadap.

Tak berhenti sampai di situ saja, ritual kemudian dilanjutkan dengan menyuapi hewan ternak itu dengan menggunakan nasi lengkap dengan lauknya. Oleh mereka, nasi itu disebut dengan Nasi Gudangan.

Sepintas, tak ada yang istimewa dengan Nasi Gudangan. Nasi yang disajikan lengkap dengan lauknya, irisan daun pepaya yang ditaburi bumbu berupa parutan kelapa. Tapi dalam ritual itu, Nasi Gudangan, bukan sekadar pengisi perut saja. Nasi Gudangan dianggap sebagai simbol berkah bagi ternak-ternak mereka.

Advertisement

Dengan beralaskan daun Jati mereka pun mengambil seadanya nasi Gudangan itu. Sejimpit dua jimpit, perlahan mereka menyuapi ternak-ternak mereka dengan nasi yang sudah mengandung doa itu. Harapannya sudah barang tentu, ternak-ternak mereka bisa tumbuh sehat, sehingga daging yang dihasilkan pun banyak dan bermanfaat.

Sebagai penutup, salah seorang tetua kampung melakukan ritual tebar uang receh dan beberapa uba rampe ke sekitar area. Tak pelak, uang receh dan uba rampe yang berceceran itu pun sontak menjadi rebutan.

Sebenarnya, pelaksanaan ritual ini memang berbarengan dengan ritual merti dusun yang secara rutin digelar setiap tahunnya. Namun, untuk tahun ini, warga sepakat membarengkannya dengan Guyangan Raja Kaya lantaran waktunya bersamaan dengan jelang Hari Raya Idul Adha. “Di sini (Pokoh 2) seluruh warganya memelihara hewan. Ada yang sapi, kambing dan ayam. Tetapi paling banyak kambing,” ujar Haryono, Kepala Dukuh Pokoh II.

Di Dusun Pokoh II, ritual yang melibatkan hewan ternak biasanya digelar sebanyak 3 kali dalam setahun. Oleh warga, ritual itu biasa disebut dengan Gumrekan.

Dalam upacara Gumrekan ini, setiap pemilik ternak mengeluarkan sedekah nasi emong atau nasi tumpeng dilengkapi dengan gudangan. Nasi tersebut lantas dibagikan ke tetangga kiri kanan sebagai bentuk sedekah. Harapannya, hewan-hewan mereka bisa tumbuh dan banyak menghasilkan keturunan sehingga masyarakat bisa lebih makmur.

“Kalau yang sekarang namanya Guyangan Rojo Koyo yaitu membersihkan hewan. Kebetulan sekarang juga jelang Idul Qurban. Harapannya nanti ternak-ternak warga sudah suci sebelum disembelih untuk qurban.”

Advertisement
Nina Atmasari - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif