regional
Langganan

SATE USUS BERUJUNG MAUT : Rekonstruksi Pembunuhan Dini Ricuh - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Sunartono Jibi Harian Jogja  - Espos.id Jogja  -  Kamis, 1 Agustus 2013 - 23:50 WIB

ESPOS.ID - ilustrasi

ilustrasi

Harian Jogja.com, SLEMAN–Rekonstruksi pembunuhan terhadap Dini Arif Setyobudi, 22, di Dusun Kayunan, Desa Donoharjo, Ngaglik Sleman, Kamis (1/8/2013), ricuh. Akibatnya kepolisian terpaksa memindahkan rekonstruksi hingga dua kali demi keamanan para tersangka.

Advertisement

Rekonstruksi diikuti oleh empat tersangka dan enam orang saksi yang melihat penganiayaan yang menewaskan Dini pada Selasa (16/7/2013). Keempat tersangka yakni JRH, 17, pelajar SMK swasta di Jogja, Erwin Danang, 22, Syaiful Edi Ahmad, 21, dan Novi Setyo Wibowo, 22. Satu pelaku utama lainnya bernama Dadang masih buron, dalam rekonstruksi digantikan oleh seorang anggota polisi.

Berdasarkan pantauan Harian Jogja.com, massa yang merupakan teman korban menunggu di kawasan angkringan milik Alex di Kayunan, Jalan Palagan Tentara Pelajar, Ngaglik. Sekitar pukul 10.45 WIB keempat tersangka dan satu saksi bernama Feri Kurniawan tiba di lokasi rekonstruksi. Puluhan personel Dalmas dari Sabhara Polres Sleman disiagakan mengawal jalannya rekonstruksi.

Kericuhan terjadi saat rekan-rekan korban berusaha mendekati para tersangka untuk melampiaskan dendam.  “Buka tutupe, buka tutupe, ben iso disawang raine [buka penutup kepalanya biar bisa dilihat wajahnya],” ucap beberapa massa dengan nada keras.

Advertisement

Situasi tidak terkendalikan saat massa mengerubungi mobil tahanan. Bahkan massa juga sempat mengejar salah seorang yang diketahui anggota keluarga tersangka yang akan melihat jalannya rekonstruksi.

Rekonstruksi di TKP asli pun gagal digelar, hanya satu adegan pesta miras yang bisa dilaksanakan. Kompol Sugiyanto menjelaskan pemindahan lokasi rekonstruksi awalnya akan dilakukan di Mapolsek Ngaglik. Meski para tersangka berikut dalmas sudah sampai di Mapolsek, tapi kemudian berpindah lagi menuju Mapolres Sleman. Pertimbangannya, kata dia, karena lokasi Mapolsek tidak berpagar dikhawatirkan massa dalam jumlah banyak kembali datang dan tidak terkendalikan.

“Saya melihat di TKP asli banyak batu dan sudah tidak kondusif. Kalau di Mapolsek, kondisinya seperti itu tidak bisa ditutup [tidak berpagar], akhirnya kami bawa ke Mapolres [Sleman],” terangnya.

Advertisement
Advertisement
Yudi Kusdiyanto - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif