by Imam Yuda Saputra Fitroh Nurikhsan - Espos.id Jateng - Selasa, 20 Agustus 2024 - 10:34 WIB
Esposin, SEMARANG -
Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Suharnomo, menyebut beratnya tantangan yang harus dijalani mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi. Hal itu disampaikan Suharnomo menanggapi kasus dugaan bunuh diri yang dilakukan dokter residen atau mahasiswa PPDS anestesi
di RSUP Kariadi, AR, 30.
di RSUP Kariadi, AR, 30.
Suharnomo yakin jika dokter yang bekerja di RSUD Kardinah Tegal itu sebenarnya tidak meninggal dunia karena bunuh diri, melainkan sakit. Pihak Undip juga memiliki catatan absensi kehadiran dokter perempuan itu.
“Dari Kaprodi punya data absensi secara terperinci tanggal-tanggal dia enggak masuk berapa bulan dan sebagainya, ada semua. Kapan beliau digantikan dan
-nya sangat jelas kan ada CCTV dari semester satu,” ungkap Suharnomo, Selasa (20/8/2024).
Sekadar informasi dari data yang dihimpun
Esposin
, AR memiliki riwayat penyakit Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau saraf terjepit di tahun pertamanya mengikuti program PPDS anestesi Undip. Jika dia kelelahan, AR akan mengeluh kesakitan.
Suharnomo kemudian membeberkan soal betapa beratnya mengikuti PPDS anestesi. Alhasil, kebanyakan mahasiswa yang mendaftar di program tersebut dari kalangan laki-laki.
“Jarang sekali ada wanita sebenarnya kalau di PPDS anestesi. Karena biasanya berdiri 4 sampai 6 jam. Kalau orang biasa saja pasti capek, apalagi kalau perempuan,” ujar
.
Dijelaskan lebih lanjut, pilihan AR untuk mengambil PPDS anestesi sebetulnya sempat dapat peringatan dari Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LP2M). Lembaga itu seolah sedang mempertanyakan keseriusan AR mengikuti PPDS anestesi.
“Dulu LP2M sudah tanya dulu ke beliau [AR] ini benar mau pilih anestesi? Jawaban beliau tetap memilih anestesi. Ya kita enggak mengerti tapi dari LP2MP sudah bilang jarang ada dokter perempuan yang anestesi,” paparnya.
Sedangkan terkait kasus perundungan yang diduga menjadi penyebab AR bunuh diri, Rektor Undip itu membantah dengan tegas. Meski demikian, ia membenarkan jika dugaan perundungan itu saat ini tengah diusut Polrestabes Semarang.
“Kami sudah berkomitmen ada peraturan akademisnya. Misal ketahuan [melakukan bullying] pasti kita dropout [DO]. Kalau enggak ada, ya enggak ada. Misal ada pasti kami proses,” tandasnya.
Catatan Redaksi:
Berita ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapapun melakukan hal serupa. Bila Anda atau teman Anda menunjukkan adanya gejala depresi yang mengarah ke bunuh diri, silakan menghubungi psikolog atau layanan kejiwaan terdekat. Anda juga bisa menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes di 1500-567.