by Tim Redaksi Jibi Harian Jogja - Espos.id Jogja - Senin, 8 Desember 2014 - 22:40 WIB
ESPOS.ID - Ilustrasi arus lalu lintas di Jalan Malioboro, Jogja (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)
Harianregional.com, JOGJA- Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM) bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup Jogja memantau emisi pada rentang 2012. Sejumlah jalan diketahui menjadi titik emisi tertinggi di Kota Jogja. Lalu apa yang akan dilakukan Pemkot Jogja?
Dalam ekspose publik Tim Inventarisasi Emisi Kota Jogja hasil pemantauan Pustral UGM dan Badan Lingkungan Hidup Jogja di Balaikota Jogja, Kamis (27/11/2014), mencatat Jalan Menteri Supeno, Malioboro dan Sudirman menjadi titik emisi tertinggi di Kota Jogja.
Kondisi itu sangat berbahaya. Pasalnya, tingginya emisi bisa berisiko keracunan bagi pengguna sepeda motor, mobil dan juga orang di pinggir jalan. Reaksi dari emisi di jalan ke tubuh, menghambat pasokan oksigen ke seluruh tubuh serta dapat mengganggu fungsi saraf.
Berdasarkan kondisi itu, Pemkot Jogja akan melakukan manajemen rekayasa lalu lintas arah satu arah dianggap menjadi solusi pengurangan kadar emisi di ruas jalan Kota Jogja.
Keberadaan titik emisi tertinggi di Kota Jogja, terkait erat dengan persoalan kemacetan. Kepadatan jumlah kendaraan yang tinggi berpotensi menyebabkan emisi dari gas buang kendaraan ke udara juga menjadi tinggi.
Asisten Sekretariat Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kota Jogja, Aman Yuriadijaya, menjelaskan manajemen transportasi arus searah dilakukan bertujuan untuk mengurai kemacetan di titik-titik rawan kepadatan kendaraan.
Hingga saat ini, sebut Aman, sudah ada beberapa ruas jalan yang belum lama ini diberlakukan searah, misalnya Jl. Cornelis Simanjuntak dan Jl. Prof. Ir. Herman Yohanes. Selain itu, mulai adanya larangan bus wisata masuk ke wilayah Jeron Beteng.