by Adhik Kurniawan - Espos.id Jateng - Jumat, 6 September 2024 - 14:11 WIB
Esposin, SEMARANG – Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, membeberkan bila beban kerja mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) sering kelewat batas atau overtime di RSUP dr. Kariadi, Semarang.
Penyebabnya, tak lain karena kurangnya dokter spesialis di Indonesia, tak terkecuali rumah sakit umum pusat.
“Secara umum dengan jumlah dokter spesialis terbatas, pasti kurang. 27.000 [dokter spesialis] masih kurang. Imbasnya beban kerja dokter spesialis tinggi, para residen [PPDS] ikut kerja overtime,” nilai Edy seusai rapat ketenaga kerjaan di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng, Kamis (5/9/2024).
Edy pun bercerita, seperti yang terjadi di kamar bedah, seorang dokter anestesi bisa bekerja sampai ber jam-jam. Maka tak jarang beban pasien operasi dan yang akan dioperasi sering tak imbang.
Edy pun bercerita, seperti yang terjadi di kamar bedah, seorang dokter anestesi bisa bekerja sampai ber jam-jam. Maka tak jarang beban pasien operasi dan yang akan dioperasi sering tak imbang.
“Jadi sering kan operasi lama antrenya? Tapi dianggap biasa, dan ini situasi tak bisa dihindari. Padahal, kurang dokter, bikin capek dan lelah. Kemudian di lingkungan pembelajaran tak jarang emosi dikit, akhirnya memarahi anak didik, ini menjadi hal umum,” pungkasnya.
Akan tetapi, lanjut Edy, adanya biaya iuran atau pemalakan senior kepada junior bukanlah hal yang patut untuk dinormalisasi.
“Ini di luar batas, anak miskin belajar, ekonominya pasti terbatas, beban baru tak boleh dong seperti pungli. Maka kasus ARL jadi kasus mahal perbaiki sistem pendidikan kedokteran spesialis. Kita harus gunakan prinsis pedagogik andragogik, pendidikan yang dewasa, memanusiakan, bukan malah meberi suasana ketakutan, kecemasan,” pintanya.
Diberitakan sebelumnya, keluarga almarhumah dokter residen atau mahasiswa PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, ARL, akhirnya membuat laporan secara resmi ke kepolisian tekait kasus perundungan yang dialami almarhum ARL. Laporan itu disampaikan keluarga almarhum ARL ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah atau Polda Jateng, Rabu (4/9/2024).
“Kita harus mengawal bersama dan harus tuntas. Jangan sampai ada korban-korban yang lain. Karena ada indikasi korban lainnya tidak berani mengadu,” ucap Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad.