by Arif Wahyudi Jibi Harian Jogja - Espos.id Jogja - Jumat, 14 November 2014 - 06:15 WIB
Harianregional.com, JOGJA-Kabul Basah Suryolelono, pakar geofisika dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan ada dua kemungkinan yang mendasari fenomena tersebut. Pertama lantaran pancaran cahaya hewan laut dan kedua berupa fenomena alam.
Menurut dia peluang kemungkinan kedua terjadi sangat kecil. Fenomena itu adalah cahaya akibat awan gempa. Hal serupa sempat terjadi di Pantai Parangtritis beberapa saat sebelum terjadi gempa dasyat, 2006 lalu.
Kala itu awan gempa terlihat berwarna oranye karena munculnya menjelang pagi. Paparan sinar matahari membuat warnanya berubah, dari putih menjadi oranye. Selang tiga jam setelah itu terjadi gempa berkekuatan 5,6 skala richter. Hal yang sama juga terjadi sebelum gempa Kobe Jepang.
"Di Kobe selang gempanya tiga hari setelah muncul awan ini di atas lautan. Cuma kalau yang di Gunungkidul saya kira tidak," tandasnya.
Apalagi cahaya di laut Wediombo terlihat saat malam hari. Padahal, awan gempa tidak bakal terlihat apabila munculnya malam hari.
Sementara Kirbani, pakar geofisika lain dari UGM menerangkan, biasanya cahaya yang muncul di laut itu adalah sebuah aurora. Cuma aurora selama ini munculnya di lautan belahan bumi utara.
"Kilatan aurora juga biasanya seperti tirai. Kalau hanya cahaya horizontal itu bukan aurora," jelasnya.