regional
Langganan

UMKM Dipaksa Siap Hadapi MEA - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Holy Kartika Jibi Harian Jogja  - Espos.id Jogja  -  Senin, 11 Januari 2016 - 02:40 WIB

ESPOS.ID - Pameran produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). (JIBI/Solopos/Dok.)

Berkaca pada era ASEAN Free Trade Area (AFTA), pelaku usaha cukup kewalahan menghadapi serbuan produk dari luar negeri.

 

Advertisement

Harianregional.com, JOGJA - Pelaku usaha mikro kecil menengah seolah dipaksa menerima era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tanpa diperkuat dengan peraturan yang dapat melindungi mereka.

"Terpaksa harus menjalani. Siap tidak siap harus menghadapi pasar bebas," ujar Ketua UMKM DIY Prasetyo Atmodjo kepada Harian Jogja, Jumat (8/1/2016).

Prasetyo mengatakan, berkaca pada era Asean Free Trade Area (AFTA), pelaku usaha cukup kewalahan menghadapi serbuan produk dari luar negeri. Banjir produk serupa menghantui pelaku usaha di Jogja, sehingga memunculkan persaingan yang tidak sehat.

Advertisement

Lebih lanjut Prasetyo mengungkapkan, pasar bebas menjadi ajang bagi pelaku usaha untuk menawarkan produk dengan harga murah. Sementara pelaku UMKM lokal tidak bisa membanderol produknya dengan harga yang rendah.

"Produk Tiongkok yang masuk ke Indonesia dijual dengan harga yang lebih murah. Produk lokal belum bisa, apalagi UMKM masih harus menghadapi suku bunga bank yang tinggi,” papar Prasetyo.

Besarnya suku bunga bank, berdampak pada jumlah modal yang dikeluarkan para pelaku usaha. Prasetyo menuturkan, apabila modal sudah besar nilainya, maka akan sulit untuk memberikan harga yang murah untuk produk yang akan dijual.

Advertisement

Kondisi tersebut berbeda dengan pelaku UMKM di negara seperti Tiongkok dan India. Pasalnya, pemerintahnya sangat mendukung iklim usaha dan mendorong pelaku usaha kecil untuk berkembang. Suku bunga bank ditekan, sehingga bunga yang diperoleh UMKM di negara setempat lebih rendah.

“Bunga bank di Indonesia rata-rata berkisar dari 9 persen sampai 12 persen. Suku bunganya tertinggi dibandingkan dengan Tiongkok. Selain itu, akses pembiayaan ke bank juga masih sulit,” jelas Prasetyo.

Padahal, dari segi kualitas, produk UMKM Jogja cukup memiliki daya tawar. Prasetyo mengungkapkan, Jogja memang bukan kawasan ekonomi besar. Namun, produknya memiliki kombinasi teknologi dan budaya yang menjadi kekuatan untuk menghadapi serbuan produk asing.

Advertisement
Sumadiyono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif