by Uli Febriarni Jibi Harian Jogja - Espos.id Jogja - Minggu, 13 Maret 2016 - 13:20 WIB
Harianregional.com, SLEMAN - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tergabung dalam Forum Advokasi se-UGM menuntut agar Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi bisa membuat peraturan menteri yang mengatur pelibatan mahasiswa dalam perumusan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Koordinator Forum Advokasi se-UGM Sandy Saddema pada Sabtu (12/3/2016) menjelaskan, forum yang dimotori oleh aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Lembaga Eksekutif Mahasiswa, Dewan Mahasiswa se-UGM sesungguhnya memiliki empat tuntutan kepada Kementerian.
Empat tuntutan tersebut di antaranya adanya pelibatan mahasiswa dalam setiap agenda sosialisasi dan evaluasi UKT setiap tahun, adanya mekanisme keringanan UKT pada awal masuk/registrasi mahasiswa baru yang merasa keberatan dengan UKT, adanya mekanisme update UKT bagi mahasiswa baru pada setiap semester, adanya rentang UKT yang proporsional.
Ia menyampaikan, semua permasalahan UKT di perguruan tinggi (termasuk UGM) sempat disampaikan kepada Kemenristek Dikti lewat pertemuan evaluasi UKT pada Selasa, 26 Mei 2015 silam. Saat itu UGM diwakili oleh Satria Triputra Wisnumurti (Presiden Mahasiswa UGM), Umar Abdul Aziz (Pimpinan Bidang Advokasi Dema Fisipol) dan Rekor UGM.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Rektor UNPAD, Rektor ITS, Kemahasiswaan UI, Presiden Mahasiswa UNPAD, Ketua BEM UI dan MWA UM UI. Pertemuan tersebut berujung pada kesepakatan atas empat hal yang disebutkan tadi, poin satu sampai tiga akan dimasukkan ke dalam Peraturan Menteri (Permen) No.22/2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan UKT pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di lingkungan Kemenristek Dikti. Poin keempat akan dibahas bersama seluruh PTN dan akan disahkan pada awal 2016.
Namun hingga kini, Permen tersebut belum memberikan solusi untuk masalah UKT yang ada. Bahkan keempat poin yang telah disepakati, belum diatur secara jelas pada permen tersebut.
"Sampai hari ini Kemenristek Dikti kami anggap telah lalai dan terkesan tidak serius terhadap kesepakatan yang telah sama-sama dibuat pada pertemuan setahun silam," ucap Sandy dalam aksi di halaman parkir Grha Sabha Pramana (GSP) tersebut.
Sandy melanjutkan, pada 2015 sekitar 700 mahasiswa baru mengadu keberatan biaya kuliah. Banyaknya aduan ini disebabkan oleh tidak sesuainya biaya yang seharusnya dibayarkan oleh pihak mahasiswa. Pihak rektorat kurang bisa melihat masalah UKT ini secara obyektif.
Hakikatnya sistem UKT diharapkan mampu menjadi solusi bagi permasalahan ekonomi dari para calon mahasiswa yang akan menempuh pendidikan di PTN, hal ini diwujudkan dengan meniadakan uang pangkal yang selama ini menjadi momok besar bagi para calon mahasiswa Indonesia.
Sistem pembiayaan UKT meleburkan uang pangkal yang perlu dibayarkan oleh mahasiswa dengan seluruh biaya lain yang dibebankan pada mahasiswa menjadi sebuah biaya tunggal sekali bayar di awal setiap semester sehingga diharapkan orang tua calon mahasiswa dapat membayar biaya masuk kuliah dengan jauh lebih murah.
Sementara itu, Dirjen Pembelajaran dan kemahasiswaan Kemenristekdikti Intan Ahmad yang menanggapi aksi mahasiswa ini mengungkapkan, empat poin yang menjadi tuntutan mahasiswa akan segera disampaikan kepada Menristek Dikti.
Di hadapan mahasiswa, ia menyatakan pendidikan yang berkualitas memang membutuhkan dana. Persoalan UKT sudah sempat dibahas di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Meski demikian kasus UKT di tiap uiniversitas berbeda-beda, bahkan ia pernah melihat di suatu kampus hanya 30% mahasiswa yang membayar UKT secara penuh, 70% lainnya lewat beragam bantuan.