by Imam Yuda Saputra - Espos.id Jateng - Minggu, 22 Agustus 2021 - 19:31 WIB
Semarangpos.com, SEMARANG – Sanksi ringan bagi kendaraan berat yang melanggar kelebihan muatan dan dimensi (over dimension dan over load/ ODOL) membuat kondisi jalan kerap rusak.
Para pelanggar tidak takut karena denda yang diterapkan saat ini hanya Rp500.000.
Pakar transportasi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Kota Semarang, Djoko Setijowarno, meminta pemerintah memperbarui sanksi bagi truk yang melanggar ODOL.
Djoko mengatakan aturan terkait truk ODOL sebenarnya sudah tertuang dalam Pasal 307 UU No. 23/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ).
Djoko mengatakan aturan terkait truk ODOL sebenarnya sudah tertuang dalam Pasal 307 UU No. 23/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ).
Dalam undang-undang itu, kendaraan yang kelebihan muatan dikenai sanksi pidana kurungan 2 bulan atau denda Rp500.000.
Baca Juga: Dianggap Merugikan, Warga Bagan Sragen Ramai-Ramai Tutup TPS - Panduan Informasi dan Inspirasi
Ia membandingkan dengan sanksi atas kasus serupa di Korea Selatan dan Thailand.
“Di Korea Selatan, pelanggar yang memanipulasi alat dalam kendaraan dan tidak mematuhi aturan beban diberikan sanksi penjara satu tahun dan denda 10 juta Won atau US$10.000, setara dengan Rp145 juta. Sedangkan di Thailand dendanya mencapai 100.000 Baht atau setara Rp47,8 juta,” ujar Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima Semarangpos.com, Minggu (22/8/2021).
Djoko menambahkan, pelanggaran muatan dan dimensi di jalan berdampak terhadap rusaknya infrastruktur jalan.
Selain itu, truk ODOL juga berdampak pada pada keselamatan di jalan raya.
Dari uji coba pemasangan alat weigh in motion (WIM) di tol, diketahui truk ODOL berkecepatan rendah. Padahal, secara legalitas kecepatan di ruas tol antara 60-100 km per jam.
Baca Juga: Peringatan HUT RI, Djoko Tjandra Dapat Keringanan Hukuman Dua Bulan
Menurutnya, truk ODOL yang melintas di bawah kecepatan standar itu tidak pernah diberikan tindakan hukum.
“Sudah banyak korban di jalan tol akibat tabrak belakang karena adanya perbedaan kecepatan antara angkutan barang dengan mobil pribadi atau bus. Padahal, selama ini jalan tol masih jadi primadona angkutan barang dalam pengiriman logistik. Ada sekitar 90.4% angkutan barang yang menggunakan tol,” ujar Djoko.
Djoko berharap pemerintah segera melakukan revisi terhadap UU No.23/2009.
“Pidana kurungan 2 bulan atau denda maksimal Rp500.000 kurang memberikan efek jera pelaku. Makanya perlu direvisi,” tegas Djoko.