by Andreas Tri Pamungkas Jibi Harian Jogja - Espos.id Jogja - Kamis, 19 September 2013 - 09:12 WIB
Harianregional.com, JOGJA- Meski tanah Sultan Grond bisa diperjualbelikan, hak milik atas tanah tersebut tidak dapat diberikan.
Penghageng Panitikismo Kraton Kangjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto pemberian hak milik tidak dapat diberikan. Sultan saja menurutnya bisa diperkarakan oleh ahli waris kasultanan dari HB I sampai HB IX jika sampai memberikan hak milik kepada pihak tertentu.
“Kraton kan lembaga bukan pemerintahan lagi,” ujar adik tertua Sri Sultan HB X itu, di Kompleks Kantor Gubernur, Kepatihan, Rabu (18/9/2013).
Pun terhadap mereka etnis Tionghoa yang telah menempati tanah kasultanan lebih dari 20 tahun, Hadi tak dapat memastikan pemberian hak milik meski dalam Undang-undang Pokok Agraria semua warga negara berhak memiliki hak milik atas tanah.
Hadi malah mendasarkan hal tersebut pada Surat Keputusan Gubernur 1975 yang mengatur bahwa mereka maksimal hanya diberikan hak guna bangunan.
SK itu muncul mendasar dari sejarahnya bahwa kaum Tionghoa yang menyatakan diri sebagai timur Asing yang tunduk atas hak barat. “Itu urusan pemerintah daerah nanti, bukan lagi kelembagaan Kraton,” katanya.
Pelepasan tanah bisa juga dilakukan ketika menyangkut kepentingan publik yang lebih luas. Semisal yang pernah dilakukan Kraton adalah pelepasan tanah yang terkena dampak pembangunan fly over Jombor.
Hadi mengatakan, pertimbangan Kraton kala itu karena jembatan tersebut permanen dan untuk keperluan masyarakat.