by Yesaya Wisnu - Espos.id Jateng - Rabu, 26 Januari 2022 - 14:35 WIB
Esposin, SEMARANG — Pengusaha terkaya se-Asia Tenggara di awal abad ke-20, Oei Tiong Ham (OTH), memiliki sederet peninggalan berupa bangunan yang dulu pernah dia gunakan untuk kegiatan bisnisnya di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Seperti yang sudah diberitakan Esposin sebelumnya, beberapa bangunan milik dari OTH ada di kawasan Kota Lama, Semarang. Kawasan ini dulu dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda, sehingga tidak heran jika banyak arsitekur bangunan khas Eropa yang berdiri di kawasan tersebut.
Sebagai tokoh yang paling berpengaruh saat itu, OTH memiliki hubungan yang baik dengan pemerintah Hindia Belanda sehingga dia memiliki sejumlah aset di kawasan Kota Lama yang kini menjadi peninggalannya. Aset-aset bangunan ini semuanya berada di satu lokasi di kawasan Kota Lama, yaitu di Jl Kepodang. Salah satu bangunan megah peninggalan OTH adalah Soesmans Kantoor.
Baca juga: Misteri Hantu Cantik di Istana Pengusaha Terkaya ASEAN di Semarang
Dilansir dari laman Facebook Semarang Tempo Dulu, Rabu (26/1/2022), Soesmans Kantoor adalah bangunan bergaya Eropa di kawasan Kota Lama yang pada 1914 digunakan sebagai perusahaan periklanan. Perusahaan ini pernah berjaya setelah mendapatkan kontrak dari pemerintah untuk mengiklankan program Transmigrasi ke Deli Serdang, Sumatra Utara.
Pada periode 1885 hingga 1898, gedung peninggalan pengusaha terkaya se-Asia Tenggara di Semarang ini digunakan sebagai pusat perkantoran perusahaan ekspor-impor kuda dan penyedia jasa pekerja yang akan dipekerjakan di pertambangan dan perkebunan karet. Perusahaan itu berdiri dengan nama Soesmans & Co yang didirikan oleh FJH Soesmans.
Baca juga: Begini Kondisi Istana Pengusaha Terkaya Asia Tenggara di Semarang
Pada 1898, perusahaan Soesmans & Co berganti nama menjadi Soesmans Emigratie, Vendu and Comissie Kantoor yang bergerak di bidang percetakan. Pada bagian belakang Soesmans Kantoor itu pun terdapat tulisan “Pertjetakan." Pada masa setelah kemerdekaan, bangunan dengan luas 1.412 meter persegi ini pernah dimanfaatkan oleh perusahaan Borsumij Wehry Indonesia dan Asuransi Jiwa Sun Alliance.
Saat gurita bisnis OTHC berakhir, gedung ini masih dimanfaatkan untuk kegiatan perniagaan. Sampai akhirnya pada 2005, gedung ini tidak digunakan lagi dan menjadi bangunan yang terbengkalai. Hingga kemudian pada 8 November 2012, bertepatan dengan Hari Tata Ruang Dunia (Hartaru), Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang membentuk Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) sebagai wujud komitmen pemkot dalam berikrar dan menandatangai Piagam Komitmen Kota Pusaka.
Baca juga: Misteri Istana Pengusaha Terkaya Asia Tenggara di Semarang, Berhantu?
Melalui badan yang dibentuk tersebut, Pemkot Semarang mendorong semua pihak untuk memprioriotaskan kerja revitalisasi bangunan masa kolonial di kawasan Kota Lama sebagai bagian dari pelestarian budaya Indonesia dan dunia. Gedung Soesmans Kantoor yang dulunya adalah bangunan rusak dan terbengkalai, kini sudah direvitalisasi menjadi bangunan yang layak dikunjungi.
Gedung yang dulunya sempat menjadi tempat beradu ayam ini mulai direvitalisasi pada 2018 silam. Kondisi bangunan yang sudah rusak parah dan ditumbuhi tanaman liar saat itu membuat proses revitalisasi membutuhkan tenaga ekstra dan menghabiskan lebih dari 10.000 jam pengerjaan untuk menjadikan gedung Soesman’s Kantoor menjadi layak huni seperti sekarang.
Selain menjadi tempat wisata, saat ini gedung Soesmans Kantoor menjadi wadah pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di kota Semarang. Selain itu, gedung Soesmans Kantoor ini juga digunakan sebagai tempat-tempat pertemuan dan juga pameran.
Baca juga: Istana Pamularsih Semarang, Peninggalan Pengusaha Terkaya Asia Tenggara
Gedung ini juga pernah menjadi lokasi syuting sebuah film Indonesia berjudul Wage yang menceritakan perjuangan salah satu pahlawan nasional, WR Supratman, penulis lagu kebangsaan, Indonesia Raya. Film ini digarap oleh John De Rantau pada 2017 dan pemilihan Soesmans Kantoor di kawasan Kota Lama ini untuk memberikan nuansa masa kolonial Hindia Belanda.