by Yesaya Wisnu - Espos.id Regional - Rabu, 22 Desember 2021 - 14:41 WIB
Esposin, KEDIRI — Sebagai tokoh yang dikenal sebagai peramal ulung, Raja Kediri, Sri Aji Jayabaya, memiliki petilasan yang selalu didatangi peziarah. Petilasan itu berada di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur atau sekitar delapan kilometer arah utara dari pusat Kota Kediri.
Dilansir dari sebuah karya ilmiah bertajuk Proses dan Fungsi Ritual Tirakatan di Petilasan Sri Aji Jayabaya Desa Menang Kota Kediri Propinsi Jawa Timur Sebuah Kajian Folklor, Rabu (22/12/2021), petilasan Jayabaya dipercaya masyarakat Jawa tradisional sebagai tempat moksa Sang Prabu Kediri.
Baca juga: Inilah Penulis Ramalan Ronggowarsito dan Jayabaya
Sebagai informasi, Jayabaya memerintah Kerajaan Kediri pada tahun 1135-1157 Masehi. Dia diklaim sebagai orang yang berhasil membawa Kerajaan Kediri pada masa kejayaan. Selama memerintah Kerajaan Kediri dia menyusun berbagai karya sastra yang sat ini dikenal dengan Ramalan Jayabaya atau Jangka Jayabaya. Ramalan itu dinilai memiliki ketepatan dan relevansi yang kuat hingga saat ini membuat Jayabaya dijuluki sebagai Nostradamus versi Jawa.
Sebagai informasi, Jayabaya memerintah Kerajaan Kediri pada tahun 1135-1157 Masehi. Dia diklaim sebagai orang yang berhasil membawa Kerajaan Kediri pada masa kejayaan. Selama memerintah Kerajaan Kediri dia menyusun berbagai karya sastra yang sat ini dikenal dengan Ramalan Jayabaya atau Jangka Jayabaya. Ramalan itu dinilai memiliki ketepatan dan relevansi yang kuat hingga saat ini membuat Jayabaya dijuluki sebagai Nostradamus versi Jawa.
Tidak mengeherankan jika petilasannyaa berupa situs yang dipagari tembok bangunan baru setinggi lima meter dengan luas 25 meter persegi menjadi magnet ribuan manusia di setiap perayaan 1 Sura atau Muharam. Tiap memasuki malam 1 Sura, masyarakat dari dalam dan luar Kota Kediri berbondong-bondong memadati Petilasan Sri Aji Jayabaya untuk meminta berkah.
Baca Juga: Masuk Ramalan Jayabaya, Tikus Pithi Mimpi Nusantara Wilwatikta Jilid II
Baca Juga: Inilah Bukti Kesaktian Ramalan Jayabaya
Pada 1975, keluarga besar Hondodento memugar petilasan yang terdiri dari Pamoksan Sri Aji Jayabaya dan Sendang Tirtokamandu. Bangunan Pamoksan Sri Aji Jayabaya yang dipugar meliputi Loka Muksa, Loka Busana serta Loka Makuta. Sebelumnya banyak juga di antara peziarah yang datang dan ingin memugar, namun belum ada satupun yang dapat menyelesaikan pemugaran tersebut.
Setelah keluarga besar Hondodento berhasil memugar Pamoksan Sri Aji Jayabaya, kemudian dilanjutkan dengan pemugaran Sendang Tirtokamandu, sekitar satu kilo dari Pamoksan Sri Aji Jayabaya. Sendang ini konon digunakan untuk memandikan putra-putri Raja Jayabaya sebelum mengunjungi pamuksan.
Mereka datang dengan berbagai permintaan, seperti dipertemukan jodoh, kelancaran usaha dagang, kesembuhan dan kesembuhan dari penyakit yang diderita. Namun selain meminta berkah, banyak peziarah yang juga hanya ingin mencari ketenangan saja.
Kegiatan ziarah yang dilakukan masyarakat dengan mendatangi tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti petilasan, sebenarnya memiliki hubungan erat dengan emosi keagamaan yang dimiliki masing-masing pribadi. Ahli antropolog, Koentjoroningrat (1967), berpendapat, emosi keagamaan adalah suatu getaran jiwa yang ada pada manusia pada waktu-waktu tertentu. Meskipun emosi keagamaan itu hanya sesaat, namun perasaan itulah yang mendorong orang untuk berperilaku serba religius.
Baca juga: Ramalan Jayabaya Bukan Sekadar Mitos, Ini Isinya
Perilaku manusia yang serba religius ini mendorong mereka untuk mendatangi tempat-tempat keramat yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya arwah leluhur atau dewa-dewi atau kekuatan-kekuatan gaib yang tersimpan dalam tempat keramat itu. Tempat-tempat keramat itulah yang kemudian pusat kegiatan keagamaan.
Selain petilasan Sri Aji Jayabaya, banyak petilasan lain di Kabupaten Kerdiri yang banyak memiliki kisah-kisah mitos yang masih lestari sehingga kegiatan religi masyarakat setempat masih ramai dilakukan hingga sekarang.