by Imam Yuda S. Jibi Semarangpos.com - Espos.id Regional - Kamis, 8 Februari 2018 - 12:50 WIB
Semarangpos.com, SEMARANG – Tahun Baru China atau Imlek memang tak bisa dipisahkan dari kue keranjang atau nian gao. Kue yang terbuat dari tepung ketan itu kerap beredar di pasaran saat menjelang tahun baru sesuai tarikh Imlek seperti saat ini.
Kendati demikian, ada satu hal yang membuat masyarakat Tionghoa atau yang menekuni industri pembuatan kue keranjang resah menjelang Imlek 2018 ini. Harga kebutuhan pokok, seperti beras ketan yang melambung tinggi membuat para pembuat kue keranjang menjerit.
Salah seorang pembuat kue keranjang di kawasan Pecinan, Kampung Kentangan Tengah RT 003/RW 005, Kecamatan Semarang Tengah, Ong Eng Hwat, mengaku pesanan kue yang bertekstur kenyal itu sebenarnya cukup banyak menjelang Imlek kali ini.
Salah seorang pembuat kue keranjang di kawasan Pecinan, Kampung Kentangan Tengah RT 003/RW 005, Kecamatan Semarang Tengah, Ong Eng Hwat, mengaku pesanan kue yang bertekstur kenyal itu sebenarnya cukup banyak menjelang Imlek kali ini.
Kendati demikian, pria yang telah menekuni bisnis kue keranjang sejak 1960-an itu mengaku tidak bisa memenuhi seluruh pesanan. “Sekarang sulit. Harga bahan bakunya mahal. Beras ketan sekarang harganya Rp25.000 per kg, lebih tinggi dari biasanya yang berkisar Rp14.000/kg. Harga bahan baku mahal, praktis kami jual juga mahal,” ujar Ong saat dijumpai Semarangpos.com di rumahnya, Rabu (7/2/2018).
Ong menyebutkan untuk setiap kue keranjang dirinya menjual dengan harga Rp53.000-Rp55.000. Harga tersebut tergolong mahal hingga membuat pesanan sepi. “Tapi mau bagaimana lagi? Bahan bakunya mahal otomatis harganya juga kami naikkan,” tutur Ong.
Kue keranjang yang dibuat dari bahan-bahan seperti beras ketan yang dibuat tepung, vanila, dan gula itu sarat filosofi budaya Tionghoa. Rasanya yang manis menjadi harapan semua orang Tionghoa agar ke depan merasakan kehidupan yang serba menyenangkan.
“Sedangkan, tekstur yang kenyal dan lengket menyimbolkan eratnya tali persaudaraan di kalangan Tionghoa,” beber Ong.
Ong merupakan pembuat kue keranjang generasi ketiga. Resep kue keranjang diperoleh dari neneknya yang memulai usaha tersebut pada tahun 1960-an.
Ong mengaku masih mempertahankan resep keluarga itu. Mulai dari pembuatan kue secara tradisional hingga cara memasak dengan memakai tungku kayu bakar.
“Katanya sih kalau membakarnya dengan tungku rasanya lebih enak. Tapi, ya itu jadi lama, untuk memasak hampir delapan jam,” tutur Ong.
Kendati mahal, Ong mengaku kue keranjang buatanya masih tetap diminati. Bahkan, menjelang Tahun Baru 2569 Imlek yang jatuh pada Jumat (16/2/2018) ia tetap banjir pesanan meski tak sebanyak tahun lalu.
“Pesanan paling banyak datang dari Bandung, Jogja, Solo, dan sekitarnya. Kalau dari Semarang malah sedikit. Kebanyakan orang Semarang pesan kue keranjang buatan Tegal yang harganya dua kali lipat lebih murah,” beber Ong.
KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya