regional
Langganan

Gatot dan Tiwul Gunungkidul Diburu Wisatawan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Kurniyanto  - Espos.id Jogja  -  Rabu, 22 Agustus 2012 - 10:08 WIB

ESPOS.ID - Toko oleh-oleh khas Gunungkidul ramai diserbu pembeli (JIBI/Harian Jogja/Kurniyanto)

GUNUNGKIDUL—Makanan khas Gunungkidul, gatot dan tiwul diburu pemudik untuk dijadikan oleh-oleh saat kembali ke perantuan. Di warung Yu Tum yang terletak di Jalan Pramuka, Wonosari, puluhan pengunjung terlihat mulai memborong makanan yang berbahan dasar ketela kering itu.

Advertisement

Salah satu pembeli asal Jakarta, Oni, 35,  yang datang bersama sejumlah anggota keluarganya mengaku tidak melewatkan kesempatan untuk membeli gatot tiwul karena datang ke Gunungkidul merupakan kesempatan langka.

“Kalau pas Lebaran saja saya liburan ke sini. Ini kebetulan pulang dari Pantai Baron saya mampir,” kata wanita yang berprofesi sebagai kontraktor itu kepada Harian Jogja, Selasa (21/8).

Menurut Oni sejatinya di  Jakarta atau tepatnya di daerah Tebet, Jakarta Selatan, terdapat gatot dan tiwul. Namun, kata dia,  rasanya tidak selezat di Gunungkidul.

Advertisement

“Rasanya lain sehingga saya beli di sini,” ungkapnya sambil mengepak tiga keranjang gatot tiwul kedalam tas berwarna putih miliknya.

Senada dengannya, Chandra, salah satu pengunjung lasal Jakarta lainnya juga mengaku tidak menyia-nyiakan kesempatan saat berkunjung ke Bumi Handayani untuk membeli tiwul. Menurut dia, merupakan suatu keharusan membeli gatot tiwul saat singgah. “Rasanya tidak lengkap kalau datang ke sini tanpa membeli gatot tiwul,” katanya.

Dalam kesempatan itu, ia membeli sejumlah tiga keranjang kecil, beserta gatot tiwul kering untuk dimasak kembali saat pulang kampung.

Advertisement

Sementara itu, Slamet Riyadi, salah satu pengelola warung Yu Tum, mengaku mengalami lonjakan peningkatan terhadap penjualan gatot tiwul. Peningkatan itu telah dirasakan sejak Senin (20/8). Sebelumnya pada hari biasa ia hanya menjual sebanyak 1,5 kuintal tiwul namun pada saat momentum lebaran ini melonjak hingga tiga kuintal tiwul. “Peningkatanya hampir dua kali lipat dibanding pada hari biasanya,” ujarnya.

Menurut Slamet, mayoritas pembeli tiwul adalah para wisatawan maupun perantau yang singgah di Gunungkidul. Sebelumnya di era 70-an makanan gatot tiwul menjadi identitas penduduk miskin lantaran pada waktu itu banyak warga yang belum sanggup membeli beras. Namun, seiring berjalannya waktu, gatot dan tiwul mengalami peningkatan identitas bahkan menjadi pangan alternatif selain beras.

Advertisement
Harian Jogja - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif