by Harian Jogja Catur Dwi Janati - Espos.id Jogja - Jumat, 26 Maret 2021 - 02:00 WIB
Esposin, BANTUL - Produktivitas tahunan padi di Kabupaten Bantul, terhitung surplus. Impor beras ditakutkan akan menurunkan harga jual beras petani lokal.
Kepala Bidang Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Bantul, Imawan Eko Handriyanto memaparkan dalam satu tahunnya petani Bantul menghasilkan kurang lebih 198.000 ton gabah kering giling.
"Kalau gabah kering giling [GKG] umumnya berada di Bantul. Tetapi nanti kalau sudah jadi beras sudah kemana mana. Sudah ke pedagang, ada sebagian di rumah untuk konsumsi sendiri," tuturnya pada Kamis (25/3).
Secara rinci Imawan menerangkan 198.000 ton gabah kering giling bila dikonversikan dapat menjadi 100.000 ton beras. Jumlah tersebut sudah cukup memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Bantul.
Secara rinci Imawan menerangkan 198.000 ton gabah kering giling bila dikonversikan dapat menjadi 100.000 ton beras. Jumlah tersebut sudah cukup memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Bantul.
"Sudah cukup, karena konsumsi kita 70.000 ton beras. Kalau kita tadi 198.000 gabah dikonversi ke beras kira-kira 100.000 ton, 50 persennya dari gabah kering. Jadinya 100.000 ton beras dikurangi 70.000 ton plus minus kita surplus 29.000 ton beras. Surplusnya sekian itu," tandasnya.
Baca juga: Cari Korban Lewati Aplikasi Kencan dan Mengaku Kasatreskrim, Pria Bantul Ini Cabuli 4 Wanita
Padahal dijelaskan Imawan beras Bantul memiliki kualitas dan kuantitas yang cukup bersaing. Kualitas yang baik bisa dicapai karena penjaminan mutu yang telah dilakukan beberapa Gapoktan di Bantul. "Proses penjaminan mutu mengarah ke beras berkualitas terus kita lakukan, pada beberapa Gapoktan itu sudah mengarah ke mutu dengan memakai sertikat Pangan Dalam negeri (PD) itu ada prosedurnya," tegasnya.
"Beras Bantul dari segi jumlah maupun mutu dapat bersaing. Tinggal kita harus bermitra supaya beras Bantul ini bisa dikonsumsi masyarakat segenap lapisan dan bisa diterima," tandasnya.
Baca juga: Mayat di Wisma Sermo Kulonprogo Diduga Korban Pembunuhan
"Tak sampai di situ, paling parah nanti harga beli gabah atau beras dari petani ke tengkulak bisa anjlok karena suplainya banyak," ujarnya
Jika hal di atas terjadi Hanung mengkhawatirkan nasib kesejahteraan petani. Di Bantul tak semua petani memiliki lahan yang luas. Modal budidaya padi pada suatu musim tanam pun acap kali didanai dari hasil panen musim tanam sebelumnya.
Baca juga: Bulog Cabang Semarang: Stok Beras Ramadan dan Lebaran Aman
"Sehingga bila beras hasil panen musim tanam Maret-April di Bantul nanti anjlok karena impor, maka di musim tanam berikutnya petani terancam tak punya modal. Itu pun dihitung belum biaya yang dikeluarkan petani untuk hidup sehari-hari," tandasnya.
Menimbang banyaknya potensi buruk yang dapat dimunculkan, terlebih melihat fakta kuantitas beras bantul yang Surplus, Hanung menolak wacana impor beras tersebut. Dia berharap kebijakan tersebut dapat dibatalkan sehingga petani Bantul tidak terdampak kedepannya.