by Chelin Indra Sushmita Newswire - Espos.id Jateng - Kamis, 23 Desember 2021 - 14:20 WIB
Esposin, KUDUS — Lahan bekas lokalisasi besar di Kudus yang dijuluki sebagai Kota Santri kini disulap menjadi peternakan kambing atau wedus dalam Bahasa Jawa. Tempat itu berada di Desa Gribig, Kecamatan Gebog.
Pada 1974-1998, tempat tersebut dikenal sebagai lokalisasi Mojodadi. Lokalisasi legal itu akhirnya ditutup setelah menuai beragam protes dari masyarakat setempat.
Dikutip dari Murianews.com, Kamis (23/12/2021), kompleks lokalisasi di Kudus itu berada di sebelah barat Pasar Desa Gribig. Sejak lokalisasi ditutup pada 1998 hingga 2020, lahan di sana terbengkalai. Tetapi selama setahun terakhir, warga memanfaatkan lahan tersebut untuk beternak kambing, domba, serta ayam petelur.
Baca juga: Kudus Kota Santri Ternyata Punya Lokalisasi Legal
Baca juga: Kudus Kota Santri Ternyata Punya Lokalisasi Legal
Peternakan Wedus
Kamal, Sekretaris Desa Gribig, mengatakan dahulu ada sekitar dua RT dan satu RW yang dijadikan tempat lokalisasi. Dengan jumlah rumah mencapai 60-an lebih. Ketika era reformasi tumbang, masyarakat kemudian memanfaatkannya untuk menggelar aksi protes. Diasosiasi oleh kumpulan pemuda desa, lokaliasi tersebut pun akhirnya ditutup karena desakan bersama.
Kini, lahan seluas dua hektare tersebut pun telah disii oleh berbagai peternak. Mulai dari peternak kambing, kerbau, hingga peternak ayam. Totalnya, ada 30 peternak lebih.
“Kami malah senang ini bisa dimanfaatkan dengan baik, desa juga mendapat untung dari sistem sewa tanahnya. Mereka juga mengolah limbah ternaknya sendiri, jauh lebih baik daripada yang dulu-dulu,” kata dia. Kamal pun berharap, dengan banyaknya peternak yang mendiami tanah bekas lokasisasi prostitusi itu, nama buruk Desa Gribig bisa semakin terkikis. Kemudian beralih menjadi sentra ternak di Kudus.
Baca juga: 5 Lokalisasi Terbesar Jateng, 1 di Solo
Keberadaan Lokalisasi Mojodadi di Kudus yang disebut sebagai kota santri dipandang sebagai satu-satunya jalan terbaik untuk mengurangi dan memberantas praktik prostitusi di tengah masyarakat. Lokalisasi tersebut dibangun untuk menekan maraknya praktik prostitusi serta memudahkan pengawasan terhadap wanita tuna susila (WTS).
Desa Gribig dipilih sebagai tempat lokalisasi karena aktivitas ekonomi di wilayah tersebut dipandang cukup tinggi. Para pekerja seks komersial (PSK) di sana datang dari berbagai wilayah di Jawa Tengah, seperti Semarang, Jepara, Jakarta, serta Batam.
Baca juga: Jadi Tujuan Wisata Seks, Segini Jumlah PSK di Indonesia
Sejarah Lokalisasi
Jika merujuk pada catatan sejarah, praktik prostitusi di Indonesia terjadi sejak satu abad lalu. Mulai dari zaman Kerajaan Mataram hingga pendudukan Belanda di bawah kongsi dagang VOC.
Sejak saat itu muncul rumah-rumah bordil di berbagai wilayah, termasuk di Jawa Tengah. Keberadaan rumah bordil itu tetap bertahan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang kemudian disebut sebagai lokalisasi.
Pada perkembangan selanjutnya, lokalisasi difasilitasi negara mulai 1960-an. Seperti Lokalisasi Mojodadi di Kudus Kota Santri yang diresmikan pada 1974.