regional
Langganan

Alert! 26 Orang di Jateng Meninggal akibat Leptospirosis, Terbanyak dari Pati - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Adhik Kurniawan  - Espos.id Jateng  -  Kamis, 30 Mei 2024 - 20:36 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi leptospirosis. (Kemenkes)

Esposin, SEMARANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), mencatat ada sebanyak 200 kasus penyakit zoonosis leptospirosis di wilayahnya. Dari ratusan kasus akibat bakteri leptospira itu, 26 orang di antaranya meninggal dunia.

Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng, Irma Makiah, mengatakan data tersebut merupakan temuan sepanjang Januari hingga awal Mei 2024. Adapun temuan kasus terbanyak berada di Kabupaten Demak dengan 50 kasus, Banjarnegara 22 kasus dan Kota Semarang 19 kasus.

Advertisement

“Sementara kematian terbanyak ada di Pati, empat orang, kalau Semarang dan Demak kematiannya sama, tiga orang. Terus Banjarnegara satu orang. Kabupaten/kota lainnya sama, antara satu sampai tiga orang kasus kematiannya,” kata Irma kepada Esposin, Kamis (30/5/2024).

Sementara untuk daerah Soloraya, kasus terbanyak berada di Karanganyar, yakni mencapai 12 kasus dengan satu orang meninggal dunia. Kemudian Sukoharjo delapan kasus dengan satu meninggal dunia, Boyolali tujuh kasus dengan dua meninggal dunia, Klaten enam kasus dengan satu meninggal dunia, Sragen enam kasus, Wonogiri empat kasus dan Kota Solo satu kasus.

Irma menyatakan Dinkes Jateng terus berupaya menekan kasus temuan dan fatalitas akibat leptospirosis.Upaya itu dilakukan dengan penanganan hingga deteksi dini, serta intervensi kepada masyarakat agar meminimalisasi persebaran hewan yang membawa virus leptospira dan lingkungan.

Advertisement

“Intervensi masyarakat dengan edukasi, jaga pola hidup bersih dan sehat [PHBS] mengingatkan kalau turun ke area sawah, banjir atau genangan pakai sepatu bot atau cuci hingga bersih setelah bersentuhan [banjir/sawah/genangan]. Terus kalau punya luka terbuka ditutup plaster. Kemudian jaga lingkungan, bersihkan tumpukan kardus di rumah agar tak jadi sarang tikus. Itu semua tujuannya agar tak mudah terkontaminasi bakteri leptospira,” jelasnya.

Sedangkan intervensi vektor dan lingkungan, lanjut Irma, yakni dengan bekerja sama bersama Balai Besar Laboratorium Kesehatan Lingkungan (BBLKL) atau sektor terkait di masing-masing kabupaten/kota. Kerja sama ini diharapkan bisa membasmi sarang maupun vektot jenis tikus yang selama ini menjadi vektor penularan virus leptospira.

“Karena selama ini, tantangan kami [menekan kasus leptospirosis] itu di musim hujan tiap akhir dan awal tahun, populasi tikus selalu naik, sementara predator alaminya, ular, semakin berkurang karena sudah banyak perumahan tumbuh. Belum lagi ditambah kesadaran masyarakat kadang masih kurang,” tutupnya.

Advertisement
Imam Yuda Saputra - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif