by Yesaya Wisnu - Espos.id Jateng - Jumat, 18 Juni 2021 - 12:26 WIB
Esposin, BLORA -- Ajaran Samin atau yang disebut sebagai Saminisme merupakan sebuah keyakinan asli Nusantara yang dikembangkan oleh Samin Surosentiko, seorang petani lokal yang berasal dari Desa Randublatung, Kabupaten Blora.
Ajaran yang dikembangkan adalah sikap memperlakukan sesama ‘wong’ (Bahasa Jawa: Orang) seperti saudara atau keluarga sendiri tanpa melihat latar belakang, status, ras hingga agama. Sedulur sikep terdiri dari dua kata, yaitu ‘sedulur’ berarti saudara dan ‘sikep’ berarti sikap.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia, para komunitas Saminisme yang dikenal dengan komunitas sikep atau wong sikep menggunakan ajarannya sebagai bentuk perlawanan melawan pemerintahan kolonial dengan cara menolak membayar pajak dan semua peraturan dari pemerintah kolonial.
Baca Juga : Saminisme, Kepercayaan Asli Warga Pesisir Utara Pulau Jawa
Baca Juga : Saminisme, Kepercayaan Asli Warga Pesisir Utara Pulau Jawa
Mengutip dari situs Detik.com, Jumat (18/6/2021), masyarakat sikep sering kali memusingkan pemerintah kolonial Belanda dan Jepang dengan sikap ini, yang mana sampai sekarang masih suka dianggap menjengkelkan oleh kelompok luar.
Namun sebutan wong sikep lebih disukai karena menurut mereka istilah wong sikep memiliki konotasi positif, yaitu orang yang baik dan jujur. Masyarakat wong sikep memang dikenal jujur dan terbuka kepada siapapun, termasuk pada orang yang belum dikenal.
Baca Juga : Menilik Kuliner Opor Ayam Khas Pati yang Fenomenal
Berdasarkan pantauan Esposin melalui kanal Youtube Rey_Re Entertain, dalam wawancara dengan salah satu tokoh sesepuh masyarakat sikep bernama Mbah Pramugi Prawiro Wijoyo mengatakan bahwa ajaran sikep yang dikembangkan oleh Samin Surosentiko pada tahun 1859 ini sebelumnya sudah ada sejak abad ke-17 sebelum masehi.
Namun ajaran ini sulit berkembang karena banyaknya pengaruh budaya luar yang masuk ke Nusantara hingga masuknya masa kolonialisme dimana ada beberapa rakyat yang menjadi antek-antek penjajah.
Mbah Pramugi juga menjelaskan bahwa ajaran Sedulur Sikep yang dikembangkan oleh Samin Surosentiko atau yang akrab oleh masyarakat sikep disebut sebagai Mbah Samin mengajarkan bahwa ‘wong urip’ atau orang yang hidup di dunia memiliki 5 tujuan, yaitu demen (Kesenangan), becik (Kebaikan), rukun (Kedamaian), seger (Kesegaran), waras (Kesehatan).
Salah tujuannya, Becik atau Kebaikan dicontohkna secara sederhana misalnya dalam perjalanan menemukan uang di jalan dalam jumlah besar harus diabaikan, tidak boleh diambil karena bukan hak milik orang yang menemukan tersebut. Namun Jika uang itu jatuh dari pemiliknya dan diketahui oleh wong sikep lain, dia harus memberitahukan pemilik uang tersebut jika uangnya jatuh.
Dalam hal pernikahan, masyarakat sikep mempercayai bahwa pernikahan adalah alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya menciptakan “Atmaja (U) Tama (anak yang mulia)
Baca Juga : KA Nusa Tembini Digadang Angkat Pariwisata Banyumas
Saat hendak menikah, mempelai laki-laki harus mengucapkan kalimat yang bunyinya kurang lebih “ Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.”
Karena kalimat yang demikian, mempelai laki-laki dari masyarakat sikep harus setia sehidup semati dengan perempuan yang dia nikahi dan tidak diperkenankan untuk berpoligami.