by Hawin Alaina - Espos.id Jateng - Jumat, 16 September 2022 - 19:06 WIB
Esposin, UNGARAN -- Sebanyak 75 pendeta yang tergabung dalam Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) menjadi santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Edi Mancoro, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang pada Senin-Rabu (12-14/9/2022).
Kedatangan rombongan Sinode dari Maluku untuk belajar hidup bersama dengan para santri. Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku, Elivas Maspaitella, menyampaikan tujuan mereka datang ke Ponpes Edi Mancoro untuk sharing spiritual.
“Jadi itu hanya bisa terjadi jika kami berjumpa dan hidup langsung atau life in,” ungkapnya kepada Esposin, Rabu (14/9/2022).
Rombongan tersebut memilih pondok pesantren karena ada satu corak yang penting, yakni bagaimana pimpinan pondok membimbing santri secara intensif.
Rombongan tersebut memilih pondok pesantren karena ada satu corak yang penting, yakni bagaimana pimpinan pondok membimbing santri secara intensif.
“Kalau pendeta datang dan mondok itu jauh lebih baik. Jadi kami tidak memandang saudara-saudara yang lain itu dari luar. Jadi kami masuk ke dalam dan mondok menjadi santri ya. Jadi kami ini santri pendeta,” katanya sambil tertawa.
Baca Juga : Keren! Puji Toleransi, Desa di Temanggung Punya 33 Tempat Ibadah dari 3 Agama
“Agama-agama di Indonesia butuh itu. Kami merasa ini pengalaman baik. Kami tidak berbagai teori perdamaian tapi berbagi cara hidup bersama dengan cara santri,” terangnya.
Elivas datang bersama 75 pendeta dari Majelis Pekerja Harian Sinode, pimpinan 34 klasis di Maluku dan Maluku Utara, yakni ketua dan sekretaris.
Baca Juga : Di Nglundo Ngargoyoso, Buka Puasa Bersama Diikuti Warga Semua Agama
“Kami tidak mengenal saudara muslim dari apa yang kami dengar. Kami mengenal karena kami hidup bersama. Itu penting jadi tidak melihat dari jauh. Kami masuk ke dalam dan berjumpa langsung. Kami rasa seperti pulang ke rumah dan itu mungkin yang disebut rumah Indonesia,” ungkapnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro, Muhammad Hanif, menuturkan kegiatan belajar bersama Sinode Gereja Protestan Maluku itu dilakukan melalui diskusi terkait kepemimpinan pesantren dan membangun kepemimpinan berakhlak yang berbasis religius.
“Malam hari tadi meet and great antara para pendeta dengan para santri. Untuk mengakrabkan serta mendalami bagaimana kehidupan santri dan pesantren. Lalu, sebaliknya santri juga pengin tahu ya bagaimana kehidupan pemimpin agama Kristen dalam hal ini pendeta,” jelasnya.
Kegiatan tersebut ditutup dengan menanam pohon. Kegiatan tersebut sebagai simbol merawat lingkungan.
Menurutnya, bicara kerukunan antarumat beragama tidak hanya isu-isu keagamaan. Tapi, lanjutnya, penting membangun relasi kemanusiaan sosial dan budaya sehingga bisa mewujudkan Indonesia yang damai dan rukun.
Baca Juga : Kehangatan Toleransi Bersama Dua Orang Muslim Karyawan Gereja
Pertemuan tersebut diharapkan bisa berkontribusi dalam menebarkan perdamaian. “Baik kalangan santri mengenalkan tentang keragaman. Teman dari pendeta mengenal keragaman dan bisa mengerti model pendidikan ala pesantren.”