by Bhekti Suryani Jibi Harian Jogja - Espos.id Jogja - Senin, 28 Agustus 2017 - 15:55 WIB
Harianregional.com, BANTUL - Ketimpangan nilai tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dikeluhkan warga Dlingo, Bantul. Lahan dan bangunan di wilayah terpencil justru dikenakan tagihan pajak jauh lebih mahal di bandingkan lokasi dan bangunan yang ada di pinggir jalan raya provinsi alias lokasi strategis.
Kepala Dusun Dodogan, Jatimulyo, Dlingo Sarwadi mengungkapkan, berkali-kali ia menuai protes dari warganya lantaran tidak terima atas penerapan nilai tagihan pajak yang mereka anggap tidak adil dan tidak akurat. Pasalnya kata dia, banyak lahan dan bangunan yang berdekatan dengan jalan raya provinsi justru dikenakan pajak sangat murah.
“Nilai pajaknya satu petak lahan hanya Rp1.000 atau bahkan tak sampai Rp1.000 per tahun,” ungkap Sarwadi kepada Harianregional.com Minggu (27/8/2017).
Nilai tersebut kata dia berbeda jauh dengan nilai PBB di lahan dan bangunan yang ada di wilayah pedalaman, meski luas lahan relatif sama.
Di wilayah dengan lokasi lebih terpencil tersebut, pemerintah mengenakan PBB senilai Rp80.000 per tahun kepada wajib pajak. Ketimpangan nilai pajak tersebut ditemukan sejak 2016 hingga saat ini. Di Dusun Dodogan saja Sarwadi menyebut, sedikitnya ada 15 titik lokasi lahan dan bangunan yang nilai pajaknya bermasalah alias timpang.
“Kami sudah berkali-kali menyampaikan ini ke BKAD [Badan Keuangan dan Aset Daerah] tapi tidak ada respons, pemerintah bilang hanya akan dicermati. Sementara kami pemerintah dusun terus diprotes oleh warga,” imbuhnya lagi.
Kepala Bidang Penagihan BKAD Bantul Suyono mengakui, banyak terjadi ketimpangan penerapan nilai pajak di berbagai lokasi di Bantul. “Hal itu biasanya disebabkan salah pendataan. Karena dalam satu wilayah misalnya nama pemilik objek pajak banyak yang sama, padahal lokasinya berbeda,” jelas Suyono.