Esposin, NGAWI – Mekanisme pengisian empat kepala dusun di dua desa di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, sempat menuai polemik. Mulai dari isu adanya biaya pelantikan, keberpihakan panitia, bahkan sempat terjadi aksi protes dari sejumlah peserta ujian terkait dugaan jual beli jabatan dalam pengisian perangkat desa itu.
Kasus pertama terjadi di Desa Gentong, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi. Belasan peserta tes ujian dua pengisian perangkat desa yakni Dusun Sidorejo dan Dawungan menggeruduk kantor Kecamatan Paron, Rabu (18/9/2024) lalu. Mereka wadul secara langsung ke Camat Paron karena disinyalir panitia penyelenggara tidak netral dan mempermainkan aturan untuk memuluskan salah satu calon.
Promosi BRI Klasterku Hidupku Dorong Pemberdayaan Perempuan lewat Usaha Tani di Bali
Kedua, pengisian dua jabatan kepala dusun di Desa Legundi, Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi juga sempat memanas. Beberapa warga menuding panitia memuluskan langkah putri dari aggota BPD serta putri Kasi Pelayanan desa setempat untuk duduk menempati posisi kepala dusun yang lowong.
Meski sempat diprotes warga lantaran disinyalir adanya indikasi main mata antara panitia dengan beberapa peserta ujian perangkat desa, namun mereka tetap dilantik dan mendapat surat rekomendasi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMP) dan Sekretariat Daerah (Setda) Ngawi.
Menganggapi hal itu, Kabid Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Ngawi, Arif Syaifudin, mengatakan pihaknya hanya mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan sosialisasi terkait aturan-aturan dalam proses rekrutmen pengisian perangkat desa. Pihaknya tidak mempunyai kewenangan untuk membatalkan atau menganulir para peserta yang sudah lolos dalam proses ujian.
“Kalau ada permasalahan seperti ini kami lebih ke fungsi pembinaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Termasuk melakukan sosialisasi terkait aturannya saja,” ungkapnya kepada Espos melalui sambungan selulernya, Selasa (24/9/2024).
Arif menambahkan, Jika memang terjadi indikasi jual beli jabatan, ketidak netralan panitia penyelenggara maupun pihak desa, para peserta ujian perangkat desa itu mempunyai hak untuk melakukan banding terhadap hasil. Kendati demikian, para peserta harus menyertakan bukti pelanggaran.
“Kalau memang ada sengketa dan muncul rasa tidak terima, silakan buat aduan dan buktikan dengan bukti, jangan hanya bormadalkan rasa kecewanya saja. Kalau memang buktinya ada silakan ajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN],” tegasnya.
Arif mengklaim, sistem yang digunakan untuk ujian perangkat desa di Kabupaten Ngawi ini sudah berjalan dengan baik. Ia mengakui bahwa sering kali isu seperti itu dimunculkan setiap kali ada ujian perangkat desa.
“Saya menilai pengisian perangkat di Ngawi ini sudah luar biasa, saya melihatnya banyak panitia yang berintegritas. Wajarlah banyak orang yang ingin jadi perangkat makanya menempuh berbagai cara,” tandasnya.