by Switzy Sabandar Jibi Harian Jogja - Espos.id Jogja - Minggu, 28 Desember 2014 - 02:15 WIB
Harianregional.com, KULONPROGO—Pendapat perangkat desa terpecah. Sebagian setuju mekanisme pengisian jabatan kepala dusun melalui ujian tertulis sesuai dengan Raperda Tata Cara Pengisian Perangkat Desa, sementara lainnya memilih mekanisme pemilihan langsung.
Kepala Desa Wijimulyo, Kecamatan nanggulan Siti Trianingsih menuturkan berdasarkan pengalaman sebelumnya, masyarakat merasa tidak puas bila kepala dusun dipilih melalui seleksi tertulis.
"Sama dengan kepala desa, pekerjaan kepala dusun bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat," terangnya, Jumat (26/12/2014).
Menurutnya, jika pemilihan kepala dusun dilakukan dengan seleksi tertulis, warga dapat protes karena yang terpilih bukan suara mayoritas, sekalipun kepala dusun terpilih dinilai terbaik.
Sebaliknya, Kepala Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Anton Hermawan, menilai seleksi tertulis akan mengurangi sentimen antarmasyarakat, sehingga meminimalkan terjadinya perpecahan.
Ia tidak menampik muncul kekhawatiran, seleksi tertulis menghasilkan kepala dusun pintar tetapi kurang integritas. Namun, hal itu tergantung dari karakter dan kemampuan masing-masing orang.
"Kalau yang terpilih calon seperti itu menjadi tanggung jawab kepala untuk melakukan pembinaan," imbuhnya.
Hal senada juga diutarakan Sekretaris Desa Kembang, Kecamatan nanggulan, Yulianti. Menurutnya, pengisian jabatan kepala dusun dengan mekanisme pemilihan langsung akan membuat masyarakat menjadi terkotak-kotak.
"Ini dapat menimbulkan efek psikologis tidak baik karena bisa mengganggu pelaksanaan pembangunan di wilayah dusun yang bersangkutan," terangnya.
Dijabarkannya, jabatan kepala dusun berbeda dengan kepala desa. Pengisian posisi kepala desa dengan pemilihan dipandang wajar karena jabatannya dibatasi dalam periode tertentu, sementara jabatan kepala dusun berlangsung samapi pensiun.
"Kalau dengan pemilihan langsung, seharusnya jabatan kepala dusun juga memiliki batas waktu tertentu," katanya.