Esposin, JOGJA – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memutuskan untuk menerima izin dalam pengelolaan tambang. Keputusan Muhammadiyah ini menurut pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, sebagai keputusan blunder.
Fahmy menegaskan Muhammadiyah tidak mempunyai rekam jejak dan pengalaman dalam mengelola tambang, sehingga keputusan tersebut sangat blunder. Menurut dia, untuk mengelola tambang dibutuhkan dana sangat besar.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
Fahmy menjelaskan perlu pengalaman puluhan tahun untuk bisa menjadi pengusaha batu bara. Pengelolaan tambang dengan membentuk PT dan merekrut banyak sumber daya manusia (SDM) tidak serta merta menjadikannya mudah.
"Muhammadiyah akan mendapatkan mudharat lebih banyak dibandingkan keuntungan," ungkapnya, Senin (29/7/2024).
Lebih lanjut, dia mengatakan meski Muhammadiyah mengklaim akan mengelola tambang pro lingkungan ini akan sulit dicapai. Menghindari kerusakan lingkungan tambang artinya harus melakukan reklamasi.
Padahal untuk reklamasi lahan bekas tambang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, apalagi di awal-awal. Bahkan, kata dia, bisa lebih besar dari pendapatan tambangnya.
"Kalau bisa akan jadi contoh baik, akan tetapi saya tidak yakin," ungkapnya.
Menurut dia, apabila pemerintah ingin menyejahterakan rakyat lewat Ormas caranya bukan dengan memberikan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK), tetapi dengan memberikan profitability index (PI), sehingga tidak berisiko.
"Seperti yang dilakukan perusahaan pertambangan kepada pemerintah daerah."
Sebelumnya, Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir berjanji akan mengelola tambang dengan sebaik-baiknya. Secara prinsip dalam pengelolaan akan mewujudkan tambang yang pro kesejahteraan, keadilan sosial dan ramah lingkungan.
"Kalau nanti dirasa lebih banyak keburukannya, maka kami siap bertanggung jawab dan mengembalikan izin pengelolaan ke Pemerintah Pusat," ucapnya.
Dia menjelaskan, keputusan untuk menerima dalam pengelolaan tambang telah dilakukan melalui kajian dalam kurun waktu dua bulan terakhir. Kajian tidak hanya melibatkan tim ahli, namun juga perwakilan yang di wilayahnya memiliki lokasi tambang.