by Imam Yuda Saputra - Espos.id Jateng - Rabu, 28 Juli 2021 - 09:20 WIB
Esposin, SEMARANG – “Memang Semarang punya Kampung Batik. Di mana itu? Aku kok baru tahu,” ujar Erna Dwi Nugraini, karyawan sebuah perusahaan media di Kota Semarang kepada Semarangpos.com, Senin (26/7/2021).
Erna memang bukanlah warga asli Kota Semarang. Kendati demikian, perempuan asli Kabupaten Batang itu sudah menetap di Ibu Kota Jawa Tengah (Jateng) itu lebih dari lima tahun. Meski tinggal cukup lama, alumnus UIN Walisanga itu tidak mengetahui jika Kota Semarang memiliki Kampung Batik.
Mungkin bukan hanya Erna yang tidak mengetahui keberadaan Kampung Batik Semarang. Warga yang berdomisili di luar Kota Semarang pun tidak tahu jika kota tersebut memiliki sentra penjualan batik. Maklum, selama ini Semarang tidak dikenal sebagai daerah penghasil kain batik layaknya Solo maupun Pekalongan.
Baca Juga: Asa Seribuan Pembatik di Desa Wisata Batik Girilayu Karanganyar Dongkrak Perekonomian
Mungkin bukan hanya Erna yang tidak mengetahui keberadaan Kampung Batik Semarang. Warga yang berdomisili di luar Kota Semarang pun tidak tahu jika kota tersebut memiliki sentra penjualan batik. Maklum, selama ini Semarang tidak dikenal sebagai daerah penghasil kain batik layaknya Solo maupun Pekalongan.
Baca Juga: Asa Seribuan Pembatik di Desa Wisata Batik Girilayu Karanganyar Dongkrak Perekonomian
Namun, keberadaan Kampung Batik di Semarang bukanlah hal yang fiktif. Kampung Batik Semarang terletak di Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur. Lokasi tepatnya tidak jauh dari kawasan Kota Lama, atau berseberangan dengan Bundaran Bubakan, yang saat ini akan didirikan Museum Kota Lama.
“Dulu sebelum tahun 2010, memang jarang yang jualan batik. Tapi, saat ini sudah ada lebih dari 25 toko atau gerai yang menjual batik di kampung ini. Kebanyakan mereka menjual batik dengan motif khas Semarangan seperti Tugu Muda, Lawangsewu, atau Warak,” ujar Eko saat dijumpai Semarangpos.com di gerainya, Selasa (27/7/2021).
Kebetulan, lanjut Eko, Kampung Rejomulyo dipilih sebagai daerah yang pantas menyandang predikat Kampung Batik. Hal itu tak lepas dari sisi historis Kampung Rejomulyo yang erat hubungannya dengan para saudara batik pada era kolonial.
“Konon saat zaman kolonial, tepatnya tahun 1890-an, di sini menjadi lokasi menginap para saudagar batik yang hendak memasarkan batiknya ke luar Pulau Jawa. Itu didukung juga dengan keberadaan Gedung GKBI [Gabungan Koperasi Batik Indonesia] di Kota Lama,” ujar Eko.Eko berharap keberadaan Kampung Batik di Rejamulya akan eksis selamanya. Tak hanya sebagai sentra penjualan, tapi juga memunculkan pengrajin untuk melestarikan batik Semarang. Meski hal itu tidak mudah. Apalagi, saat ini masih sangat minim ditemuinya pengrajin batik khas Semarang di kampung tersebut.
“Kita pernah mencoba untuk memberikan pelatihan membuat batik kepada 20 warga. Dari 20 ini, hanya satu yang bisa dan lolos uji sertifikasi,” ujar pria yang juga mengantongi sertifikat asesor pembatik itu.