regional
Langganan

Masa Kampanye, DLH Salatiga Minta Timses & Relawan Kurangi Sampah

by Hawin Alaina  - Espos.id Jateng  -  Jumat, 4 Oktober 2024 - 17:30 WIB

ESPOS.ID - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Salatiga, Sulistyaningsih (kiri). (Esposin/Hawin Alaina)

Esposin, SALATIGA – Memasuki masa kampanye Pilkada Serentak 2024 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Salatiga, meminta kepada pihak penyelenggara kampanye yakni, tim sukses dan relawan untuk dapat mengurangi sampah saat berkegiatan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga, Sulistyaningsih, mengatakan semua pihak diminta untuk peduli kampanye dengan mengurangi sampah. Sebab saat ini Kota Salatiga, cukup krusial terkait permasalahan sampah.

Advertisement

“Persoalan sampah di Salatiga sudah krusial sehingga pelaksanaan kampanye Pilkada 2024 diminta untuk tidak meninggalkan persoalan sampah,” jelasnya, Jumat (4/10/2024).

Dikatakan, dalam aturan Pemkot Salatiga menerapkan retribusi kegiatan yang melibatkan banyak orang. Kegiatan dengan melibatkan lebih dari 500 orang maka dikenakan biaya retribusi sampah Rp 300.000. 

Advertisement

“Untuk itu pelaksanaan kampanye di Pilkada 2024 ini diminta tidak meninggalkan sampah banyak,” harapnya.

Dia menyebut, saat ini setiap harinya ada sekitar lebih dari 80 ton sampah di Kota Salatiga. Jumlah tersebut meningkat saat hari libur dan hari raya. Jumlah tersebut diprediksi akan naik saat masa kampanye Pilkada 2024 ini.

Advertisement

“Cakupan sekarang rata-rata 80 ton per hari, kalau pas hari raya ataupun ada agenda acara begitu bisa meningkat sampai 100 ton lebih,” ungkapnya.

Sulis juga meminta agar baliho kampanye tidak dipaku di pohon karena merusak lingkungan dan melanggar estetika kota. “Seperti Pemilu 2024 lalu banyak baliho yang dipaku di pohon, sehingga Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga harus melakukan pencabutan paku dari pohon,” terangnya.

Selain itu, pihaknya juga meminta agar tim pemenangan mengurangi penggunaan baliho sebagai alat peraga kampanye. Sebab sampah dari baliho sendiri sangat susah didaur ulang dan akhirnya hanya menjadi tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA).

“Baliho MMT ini tidak bisa diurai, selain itu juga kalau didaur ulang juga susah. Jadi hanya menjadi sampah yang menggunung saja. Karena kita masih kesulitan untuk diolah, dijual juga tidak laku. Dibakar juga tidak boleh. Kami jadi dilematis,” tandas Sulis.

Advertisement
Imam Yuda Saputra - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif