by Aries Susanto Jibi Solopos - Espos.id Regional - Senin, 1 Juni 2015 - 05:05 WIB
Madiunpos.com, MAGETAN – Sebuah adat tradisi Jawa tak bisa dilepaskan dari aneka kisah dan legenda mistis di belakangnya, tak terkecuali acara labuh sesaji di Telaga Sarangan. Hal inilah yang kerapkali membuat salah persepsi sebagian masyarakat atas sejumlah acara adat yang masih lestari.
Bupati Magetan, Sumantri, menjelaska acara labuh sesaji di Telaga Sarangan setiap tahun adalah dalam rangka melestarikan seni budaya luhur Nusantara. Menurutnya, acara tersebut tak ada kaitannya dengan acara mistis yang melibatkan roh-roh para penunggu Telaga Sarangan seperti yang disalahartikan sebagian masyarakat selama ini.
“Saya ingatkan sekali lagi, acara ini bukanlah acara mistis atau persembahan kepada para mahluk penunggu telaga. Ini adalah acara tradisi budaya Nusantara yang wajib kita lestarikan,” tegasnya sesaat sebelum melarung dua buah gunungan raksasa di Telaga Sarangan, Minggu (31/5/2015).
Sumantri mengatakan, justru dengan pelestrian budaya Nusantara itu, warga bisa terbentengi dari pengaruh negatif globalisasi. Tak hanya itu,acara itu juga sebentuk syukur kepada Tuhan bahwa masyarakat di Sarangan masih terus dikarunia rezeki dan keberkahan atas keberadaan Telaga Sarangan.
“Dampaknya secara luas ialah bisa menggerakkan ekonomi masyarakat luas dengan kemasan ekonomi kreatif,” paparnya.
Sebagaimana diketahui, legenda Telaga Sarangan bermula dari dua sosok terkenal, yakni Kiai Pasir dan Nyai Pasir. Kedua sosok yang menjelma dua naga raksasa itu diyakini sebagian masyarakat sebagai cikal bakal terciptanya Telaga Sarangan.
Terkait prosesi larung sesaji, ada legenda yang mengisahkan bahwa dulu ada seorang putri Raja Keraton Kasunanan Surakarta yang muksa di telaga tersebut. Raja akhirnya memerintahkan warga setempat untuk menggelar doa bersama dengan sedekahan bumi agar arwah putri raja tersebut diterima di sisi Tuhan.
KLIK dan LIKE di sini untuk update informasi Madiun Raya.