regional
Langganan

KELANGKAAN ELPIJI : Warga Miskin Beralih Pakai Kayu Bakar - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Bernadheta Dian Saraswati Jibi Harian Jogja  - Espos.id Jogja  -  Rabu, 12 Oktober 2016 - 17:20 WIB

ESPOS.ID - Dirjo Martoyo menunjukkan tabung gas elpiji 3kg kosong di dapurnya, Selasa (11/10/2016). (Bernadheta Dian Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

Kelangkaan elpiji terjadi di Sleman

Harianregional.com, SLEMAN-Sulitnya mendapatkan elpiji 3kg semakin dirasakan warga di DIY, terutama kalangan warga kurang mampu. Akibat kelangkaan yang dirasakan beberapa pekan terakhir, beberapa di antara mereka ada yang beralih sementara menggunakan kayu bakar untuk memasak.

Advertisement

Kondisi ini dialami keluarga Dirjo Martoyo, warga Pondoksuruh, Bimomartani, Ngemplak, Sleman. Dalam sepekan ini, ia kesulitan mendapatkan elpiji 3kg.

Sekali menemukan elpiji yang juga dikenal dengan gas melon ini, ia harus membayar Rp24.000 per tabung, padahal harga di tingkat pengecer biasanya dijual hanya Rp17.000-Rp18.000 per tabung.

Lansia 78 tahun ini sampai menyuruh cucunya, Pipit, untuk mencari pangkalan atau toko kelontong elpiji ke daerah lain. Meski sudah menempuh perjalanan jauh, cucunya tak kunjung mendapatkan gas melon tersebut.

Advertisement

Sebenarnya, di beberapa tempat banyak menyediakan elpiji ukuran 5,5 kg atau 12 kg tetapi karena keterbatasan biaya, ia tidak membelinya dan memilih menggunakan kayu bakar.

“Mahal kalau yang besar [elpiji 5,5 kg dan 12 kg],” kata Dirjo, salah satu warga kurang mampu ini pada Harianregional.com, Selasa (11/10/2016).

Cucunya, Pipit menambahkan, selain sulitnya mendapatkan elpiji 3kg, saat ini pembelian juga dibatasi. Biasanya dalam sekali jalan ia bisa membeli dua tabung gas, tetapi kini hanya mendapat satu tabung. Ia pun mengakalinya dengan menyuruh sang suami untuk ikut mengantre agar mendapat dua tabung gas.

Advertisement

“Sudah langka, mahal pula. Saya kena Rp24.000. Kapan itu juga ditawari di daerah UNY Rp35.000 [per tabung],” tuturnya.

Melihat kondisi seperti ini, Pipit merasa prihatin karena gas melon justru banyak digunakan kalangan masyarakat mampu meski sebenarnya pada tabung sudah tertulis Hanya untuk Masyarakat Miskin.

“Kan haruse yang buat kalangan menengah ke atas itu pakai yang besar [elpiji 5,5 kg dan 12kg]. Sekarang aja rumah makan pakai gas melon. Ya jelas kami [warga kurang mampu] nggak dapat jatah,” tuturnya kesal.

Seharusnya, lanjutnya, pemerintah serius mengedepankan warga kurang mampu. Jangan sampai untuk kepentingan mencukupi kebutuhan harian saja, warga miskin semakin dipersulit. Menurutnya, saat ini gas melon menjadi kebutuhan pokok untuk memasak. “Kalau irit ya irit pakai kayu. Kalau penak ya penak pakai gas,” ujarnya.

Advertisement
Nina Atmasari - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif