by Imam Yuda Saputra - Espos.id Jateng - Senin, 16 Agustus 2021 - 22:00 WIB
Esposin, SEMARANG — Monumen Peluru memang tidak setenar Tugu Muda yang menjadi ikon Kota Semarang. Meski demikian, bangunan berbentuk peluru setinggi tiga meter itu memiliki rekam sejarah yang hampir sama dengan Tugu Muda.
Berada di area perbukitan di Kampung Tegal Kangkung, Kelurahan Kedungmundu, Kecamatan Tembalang, Monumen Peluru dulunya merupakan lokasi pertempuran pemuda Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Belanda.
“Lokasi ini dulunya mennjadi area pertempuran tentara Belanda dengan tentara pelajar. Ada satu anggota tentara pelajar yang gugur dan dimakamkan di lokasi itu. Namun, makamnya sudah dipindah oleh keluarganya ke Solo. Jadi, hanya tinggal petilasan,” ujar juru kunci Monumen Peluru Semarang, Supian, saat berbincang dengan Semarangpos.com (Solopos Media Group), beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Rayakan Kemerdekaan, Dusun Kelipan Adakan Lomba Prokes
Baca Juga: Rayakan Kemerdekaan, Dusun Kelipan Adakan Lomba Prokes
Supian, yang memiliki bengkel tambal ban di wilayah itu mengaku sebenarnya bukanlah juru kunci Monumen Peluru. Ia sebenarnya dipercaya untuk menjadi juru kunci makam sesepuh warga yang terletak di belakang Monumen Peluru.
Oleh karena lokasi makam dan monumen yang berdekatan, Supian pun turut merawat. Ia kerap membersihkan lokasi Monumen Peluru Semarang dari daun-daun yang berserakan.
Baca Juga: Ternyata Ada Lagu Ajakan Tetap di Rumah Berlirik Banyumasan
Total ada 39 tentara pelajar yang terlibat dalam pertempuran itu. Dari puluhan pelajar itu satu orang di antaranya gugur, atas nama Moecharom.
“Saat itu, Kota Semarang dikepung Belanda dan kekurangan pasukan. Akhirnya, dikirim bantuan dari Solo, yakni pasukan Tentara Pelajar Divisi 217,” ujar Marlien saat dihubungi Semarangpos.com, Senin (16/8/2021).
Pasukan Tentara Pelajar Divisi 217 menuju Semarang dengan menumpang kereta api menuju Stasiun Mranggen, Demak. Sesampainya di Mragen, tentara pelajar ini berjalan kaki melewati kawasan Tegal Kangkung.
Di area perbukitan Tegal Kangkung, tentara pelajar ini mendirikan pos untuk mengintai gerak-gerak pasukan Belanda.
“Namun pengintaian itu diketahui pihak Belanda. Akhirnya, terjadi pertempuran di lokasi itu. Satu orang gugur dalam peristiwa itu, yakni Moecharom,” ujar Marlien.
Baca Juga: Ganjar Ajak Warga Jateng Diobong Ora Kobong Disiram Ora Teles
Marlien mengaku mendengar cerita itu dari ayahnya, Masirun, yang turut terlibat dalam peristiwa tersebut. Nama Masirun juga tercantum dalam prasasti Monumen Peluru Semarang sebagai anggota tentara pelajar.
Masirun meninggal dunia di usia 79 tahun pada 2007 silam. Meski demikian, Marlien tetap berusaha mempertahankan kenangan bersejarah ayahnya dengan turut melestarikan Monumen Peluru Semarang.
“Kami juga sering menggelar pertemuan dengan para anggota keluarga TP [tentara pelajar]. Selain untuk menjaga silaturahmi, juga mencari cara agar perawatan monumen tetap berkelanjutan,” ujar Marlien.