regional
Langganan

Gaikindo Sebut Pasar Otomotif Turun, Ini Sebabnya

by Adhik Kurniawan  - Espos.id Jateng  -  Selasa, 1 Oktober 2024 - 18:26 WIB

ESPOS.ID - Sekretaris Umum GAIKINDO, Kukuh Kumara (kanan), seuai konferensi pers persiapan penyelenggaraan GIIAS Semarang di Hotel Aston Inn Pandanaran, Selasa (1/10/2024). (Espos.id/Adhik Kurniawan).

Esposin, SEMARANG – Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengaku pasar otomotif di nusantara sejak September 2023 alami penurunan atau sedang lesu. Kendati demikian, memasuki Mei 2024, pasar penjualan mobil mulai memperlihatkan grafis kenaikan meskipun belum sebaik awal tahun 2023.

Sekretaris Umum GAIKINDO, Kukuh Kumara, menjelaskan bila daya beli otomotif lesu di masyarakat Indonesia karena suku bunga di Amerika Serikat [AS] terus naik. Imbasnya, mata uang rupiah turut melemah sehingga mempengaruhi harga pemberian kredit.

Advertisement

“Tahun lalu ada kenaikan suku bungan AS, kreditnya jadi diperketat. Maka September-Oktober 2023 menurun [pembelian mobil],” ungkap Kukuh seusai konferensi pers persiapan penyelenggaraan Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) Semarang di Hotel Aston Inn Pandanaran, Selasa (1/10/2024).

Tak berhenti di akhir 2023, lanjut Kukuh, masa-masa sulit tersebut masih berlanjut hingga awal 2024. Sebab, dari catatan GAIKINDO, penjualan mobil yang biasanya bisa mencapai 90 ribu per bulan, masih berada di angka 70 ribu per bulan.

Advertisement

“Januari-Februari [2024] pemilu, masyarakat wait and see [beli mobil], Maret-April ada puasa-Lebaran, kebutuhan untuk Idulfitri. Nah Mei mulai agak membaik karena AS sudah turunkan suku bunga dan diikuti Bank Indonesia [BI]. Tetapi belum terlalu baik,” sambungnya.

Kendati mulai membaik pada Mei 2024, Gaikindo saat ini masih khawatir terhadap keberlangsungan pasar penjualan mobil. Mengingat, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengeluarkan hasil rilis mengenai daya beli masyarakat kelas menengah yang juga alami penurunan.

Advertisement

“Pembeli mobil itu 80 persen orang beli kredit. Dan tentunya daya beli kelas menengah turun kita ikut terdampak, karena mereka customer. Apalagi, pendapatkan kelompok menegah, kenaikan gajinya selalu dibawah inflasi atau 3%, ini perlu dicarikan upaya,” harapnya.

Adapun upaya tersebut, saran Kukuh, di antaranya bisa dengan memberi insentif pembelian mobil agar lebih terjangkau. Namun, langkah ini hanya sebatas solusi jangka pendek yang tak terlalu menyelesaikan masalah.

“Jangka panjang ya dorong pertumbuhan ekonomi nasional di atas 6%. Tapi PR [pekerjaan rumah] tak gampang,” ujarnya.

Advertisement
Imam Yuda Saputra - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif