regional
Langganan

FESTIVAL MEMEDI SAWAH : 70 Memedi Sawah Berdiri di Petak Sawah Bantul - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Arief Junianto Jibi Harian Jogja  - Espos.id Jogja  -  Senin, 2 November 2015 - 14:20 WIB

ESPOS.ID - Anak-anak di Dusun Candran, Desa Kebon Agung tengah bermain-main di sekitar memedi sawah yang ditampilkan dalam Festival Memedi Sawah, Minggu (1/11/2015). (Harian Jogja/Arief Junianto)

Festival memedi sawah di Bantul memasang 70 memedi sawah di sejumlah petak

Harianregional.com, BANTUL-Sebagai negara agraris, sawah dan petani adalah ikon di negeri ini. Sebagai bagian di dalamnya, memedi sawah kini memang kian menjadi barang asing. Inilah yang mendasari diadakannya Festival Memedi Sawah di Candran, Desa Kebon Agung, Kecamatan Imogiri, Jumat-Minggu (30/10-1/11).

Advertisement

Seolah tak peduli terik matahari Minggu (1/11/2015) siang, kelima anak itu justru berlari-lari di sekitar pematang. Sesekali teriakan lugu mereka mengalahkan suara musik yang mengalun keras dari sound speaker yang terpasang di sisi panggung. Tawa mereka kian menjadi ketika langkah mereka berhenti di sebuah patung jemari setinggi lebih dari tiga meter yang terletak di sudut pematang.

Memedi sawah, begitulah bocah-bocah itu menyebutnya. Memang, meski namanya begitu, bocah-bocah itu nyaris tak pernah lagi melihatnya terpasang di tengah sawah. Selama ini, mereka hanya dipaksa puas mendengarkan cerita tentang memedi sawah itu dari mulut bapak ibunya saja.

Advertisement

Memedi sawah, begitulah bocah-bocah itu menyebutnya. Memang, meski namanya begitu, bocah-bocah itu nyaris tak pernah lagi melihatnya terpasang di tengah sawah. Selama ini, mereka hanya dipaksa puas mendengarkan cerita tentang memedi sawah itu dari mulut bapak ibunya saja.

Itulah kenapa, setiap setahun sekali, bocah-bocah asli Dusun Candran, Desa Kebonagung itu selalu merayakan event Festival Memedi Sawah yang digelar oleh para tokoh masyarakat di desa wisata itu.

Salah satunya tahun ini, festival kembali digelar oleh para pengurus Desa Wisata Kebonagung. Jika biasanya digelar selama sepekan, untuk tahun ini, mereka sengaja menggelarnya hanya tiga hari saja. “Tapi tetap tidak mengurangi esensi dari acara ini sendiri,” ucap Kristiya Bintara, pengelola Desa Wisata Kebon Agung, Minggu (1/11/2015).

Advertisement

Memang, dari 70 buah memedi sawah yang terpasang berpencar di 5-6 petak sawah itu, setidaknya ada 30 buah memedi sawah yang bukan asli hasil karya petani Candran sendiri.

Keterlibatan para seniman muda Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta membuat memedi sawah yang ditampilkan dalam festival itu menjadi kian beragam. “Karena kan biasanya kalau hasil karya petani itu, bentuknya ya konvensional,” pria yang akrab disapa Kris Bintara itu menambahkan.

Banyak memang yang ingin ia sampaikan melalui memedi sawah itu. Meski hanya sebuah patung jerami, memedi sawah  adalah saksi sejarah pertanian di Indonesia.

Advertisement

Bagi petani, memedi sawah adalah sahabat mereka yang harus ada. Tanpa memedi sawah, tak ada yang menjamin tanaman mereka aman dari serangan burung-burung lapar yang memburu biji padi di atas lahan mereka. “Tapi itu dulu,” tegas Kris lagi.

Kini, keberadaan memedi sawah memang sudah semakin langka. Kini, petani jaman sekarang sepertinya sudah tak lagi membutuhkannya. Terbukti, memedi sawah sudah nyaris menghilang di sawah. Padahal, selain fungsinya yang penting untuk menjaga tanaman, memedi sawah adalah simbol bagi kedaulatan pangan.

Setidaknya, melalui festival itu, generasi penerus diharapkan menyadari bahwa makanan yang mereka makan sejatinya berasal dari sawah. Padi, singkong, jagung, bahan makanan apapun, tak akan bisa mereka makan, jika tanpa jasa para petani.

Advertisement

“Jadi festival ini tidak hanya adu kreativitas karya memedi sawah saja, tapi juga sebagai simbol pengingat untuk para generasi muda.”

Setidaknya, apa yang ia lakukan selama ini memang cuku berhasil. Bocah-bocah yang sedari tadi bermain di sawah itu misalnya. Mereka adalah bukti bahwa generasi penerus bangsa tak hanya harus menghargai jasa para pahlawannya yang berperang di medan laga saja, tapi juga jasa para petaninya.

Tak hanya itu, bocah-bocah itu juga menjadi pertanda bahwa kata ‘memedi’ yang jika dimaknai berarti ‘hantu’ tak lagi mengerikan, terutama bagi anak-anak. Tak bisa dipungkiri, beberapa film di televisi dan cerita yang beredar tentang kisah horor memedi sawah membuat citra memedi sawah itu menjadi mengerikan.

Karena itulah, dengan adanya festival macam itu, citra memedi sawah bisa sedikit diperbaiki. Tak lagi dianggap mengerikan, memedi sawah seharusnya bisa dipandang sebagai simbol kejayaan petani. “Yang jika tak bisa digalakkan lagi saat ini, setidaknya bisa menjadi pengingat saja,” tegas Kris lagi.

Untuk menjalankan misi ini, ia jelas mengaku tak sanggup melakukannya sendiri. Gayung bersambut, para seniman muda meresponnya dengan cepat. Kacamata seni yang mereka pakai membuat tampilan memedi sawah kian jauh dari kesan menyeramkan.

Alhasil, di tangan mereka, memedi sawah menjadi sebuah artefak seni yang menarik dan sarat kreativitas. Bahkan bukan tidak mungkin jika ke depan, artefak itu bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

“Contohnya di Candran ini. Alangkah beruntungnya jika mereka bisa memproduksi souvenir berbentuk memedi sawah. Bagaimanapun, memedi sawah sudah jadi ikon tempat ini kan,” kata Rektor ISI Yogyakarta Agus Burhan.

Advertisement
Nina Atmasari - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Kata Kunci : Festival Memedi Sawah
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif