Esposin, SEMARANG – Jawa Tengah (Jateng), merupakan provinsi yang memberi upah bekerja atau UMP paling murah se-Indonesia, yakni Rp2.036.947.
Namun, upah murah yang menjadi magnet bagi investasi atau industri itu, tak diimbangi dengan solusi untuk mengatasi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
Hal tersebut terbukti saat kunjungan Komisi IX DPR RI ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng, Kamis (5/9/2024).
Pada kunjungan tersebut, anggota Komisi IX, Edy Wuryanto, mengungkapkan jika dari 13.700 pekerja yang terkena PHK, hanya sekitar 9.700 tenaga kerja yang memperoleh jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
“UMP memang ada cara hitung-hitungannya, bila dianggap rendah, serikat pekerja dan pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota harus ketemu untuk diskusi,” kata Edy.
Edy pun menyebut senada bila UMP merupakan salah satu faktor untuk membuat pekerja sejahtera. Maka dari itu, pemerintah setempat harus membuka ruang selebar-lebarnya mengenai penghitungan upah, yang sebentar lagi juga akan mulai dibahas untuk kenakan UMP 2025.
“Jadi jangan sampai daya beli tak cukup, tak sejahtera,” pintanya.
Sedangkan dari sisi regulasi mengenai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dinilai serikat buruh untuk mempermudah pengusaha melakukan PHK, Edy tak menjawab secara tegas.
Ia hanya mengatakan bahwasanya regulasi tersebut merupakan titik tengah untuk pengusaha dan kebutuhan penyerapan tenaga kerja.
“Kita sekarang masuk revolusi industri, ada ketidakpastian bisnis, saat ini daya saing tinggi sampai membuat perisahaan on-off [buka-tutup]. Satu sisi ingin imvestasi jalan, kesejahteraan buruh baik, cari titik temu itu memang sulit, jadi beri pemerintah waktu untuk [membuat] aturan teknisnya,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng, Aulia Hakim, bercerita bila Jawa Tengah sering dijadikan contoh sukses dari kebijakan upah murah dengan argumen bahwa upah rendah akan meningkatkan daya saing dan menjaga keberlangsungan operasional perusahaan.
Namun fakta terbaru, malah menunjukkan bahwa strategi itu tidak hanya gagal melindungi pekerja dari ancaman PHK, tetapi juga tidak mampu memberikan kepastian kerja.
“PHK massal di Jateng membuktikan bahwa kebijakan upah murah adalah solusi yang keliru. Banyaknya PHK ini adalah bukti bahwa upah murah tidak dapat menjadi tameng yang efektif terhadap krisis ketenagakerjaan yang lebih besar,” terang Aulia kepada Esposin, Jumat (6/9/2024).
Tak berhenti di situ, kebijakan upah murah juga semakin diperparah oleh dampak negatif dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Sebab, UU yang disahkan dengan dalih meningkatkan fleksibilitas pasar kerja dan menarik investasi, justru mempermudah pengusaha untuk melakukan PHK.
“Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap para pekerja yang selama ini telah berjuang untuk memperoleh upah yang layak dan perlindungan kerja yang adil,” serunya.