Esposin, SEMARANG – Komisi IX DPR RI menyatakan Jawa Tengah (Jateng) menjadi provinsi yang menyumbang pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) terbesar dibandingkan provinsi lain selama Januari-Agustus 2024. Ironisnya dari 13.700 pekerja di Jateng yang terkena PHK, hanya 9.700 orang yang memperoleh Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Hal itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, saat menggelar pertemuan dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng di Kota Semarang, Kamis (5/9/2024). Edy menilai banyaknya kasus PHK di Jateng karena Sebagian besar industri bergerak di sektor manufaktur. Industri manufaktur menjadi industri yang paling banyak terdampak situasi global karena banyak pelaku industri tekstil, garmen, dan alas kaki yang sulit bersaing.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
“Karena situasi ekonomi dalam negeri yang sulit, kondisi global geopolitiknya yang susah, permintaan ekspor yang turun. Sehingga membuat perusahaan-perusahaan ini menjadi terpuruk dan banyak terjadi PHK,” kata Edy.
Politisi PDIP itu pun mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng untuk memperhatikan nasib tenaga kerja yang terkena PHK. Menurutnya para pekerja yang terkena PHK itu harus mendapat jaminan yang layak untuk pesangon, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan JKP.
Apalagi hanya sekitar 70,8% yang memperoleh JKP. Sementara sisanya, sekitar 9.700 tenaga kerja tidak mendapat jaminan.
Edy menilai hal itu dikarenakan banyak perusahaan yang nakal, yang tidak mau membayar jaminan sosial ke pekerja Ketika bisnisnya bangkrut.
"Makanya ini yang merugikan pekerja. Itu tidak boleh terjadi. Persoalan JKP ini perlu perhatian serius," tegsnya.
Dalam kesempatan itu, Edy juga meminta Pemprov Jateng untuk lebih perhatian dalam menangani gelombang PHK massal di wilayahnya. Hal ini dikarenakan gelombang PHK bisa menimbulkan ketidakpercayaan dari konsumen dan stakeholder.
“Disnakertrans [Jateng] harusnya menjaga kepercayaan pasar, harus dijaga agar tidak muncul PHK," tegasnya.
Sementara itu, Staf Menteri Ketenagakerjaan Bidang Sosial Politik dan Kebijakan Publik, Ismail Pakaya, menyarankan kepada Komisi IX DPR agar memberi masukan terkait kebijakan jaminan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Selain itu, ia juga mendorong Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan asosiasi pengusaha lainnya untuk mendaftarkan perusahaan agar masuk dalam tanggungan BPJS.