regional
Langganan

TRADISI BANTUL : Mulai Masa Tanam, Petani Bulak Bantulan Gelar Ritual Sumpetan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Rheisnayu Cyntara Jibi Harian Jogja  - Espos.id Jogja  -  Rabu, 3 Januari 2018 - 18:55 WIB

ESPOS.ID - Ritual Sumpetan yang dilakukan para petani di Bulak Bantulan, Dusun Kauman, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Rabu (3/1/2017). (Rheisnayu Cyntara/JIBI/Harian Jogja)

Petani di Bulak Bantulan blok 1, Dusun Kauman, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak menggelar ritual Sumpetan atau Buntu Tandur

 

Advertisement

 

Harianregional.com, BANTUL -Petani di Bulak Bantulan blok 1, Dusun Kauman, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak menggelar ritual Sumpetan atau Buntu Tandur setelah memulai masa tanam pertama sepekan terakhir ini.

Ritual ini merupakan salah satu cara petani berdoa agar target panen yang mencapai 10 ton per-hektare di lahan ini bisa tercapai.

Dalam ritual yang dilakukan Rabu (3/1/2017) sore ini sebuah papan dibuat melintang di atas saluran irigasi yang membelah area persawahan dengan tanaman padi yang baru setinggi 15 centimeter.

Advertisement

Di atas papan, sejumlah tokoh masyarakat, tetua kampung, dan petani mengelilingi uba rampe yang sudah disiapkan. Salah satunya adalah ingkung dan tumpeng sega liwet yang menjadi perlambang kemakmuran para petani. Kembang dan berbagai macam jenang pun disediakan, juga satu sisir pisang raja.

“Ini perwujudan rasa syukur kami atas rezeki yang selalu diberikan oleh Allah,” kata Ketua Kelompok Tani Ngudi Makmur Blok 1, Jawadi.

Menurutnya ritual ini selalu digelar setiap kali usai masa tanam atau tiga kali dalam setahun. Dalam doa yang dipimpin oleh sesepuh kampung, para petani ini berharap bibit padi yang ditanam bisa menghasilkan gabah secara maksimal.

Advertisement

Jawadi mengaku pada musim tanam ketiga sebelumnya, padi yang ditanam hanya menghasilkan sembilan ton gabah kering pungut setiap hektarnya. Meski angka hasil panen tergolong tinggi namun menurutnya masih kurang maksimal. “Target kami bisa dapat 10 ton perhektare,” imbuhnya.

Pasalnya dari hasil sembilan ton per hektare itu menurutnya masih dikurangi sekitar satu ton sebagai upah penggarap lahan. Sehingga hasil bersih yang diperoleh para petani hanya delapan ton gabah kering pungut per hektare.

Jawadi menambahkan kendala yang dihadapi petani pada musim tanam sebelumnya adalah cuaca yang tidak menentu. Oleh sebab itu, pada musim tanam ini dia bersama petani lain menanam padi jenis Mentik Susu dengan harapan bisa menghasilkan gabah dengan maksimal.

Advertisement
Nina Atmasari - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif