Esposin, BANTUL – Pelepasan jibab bagi anggota Paskibraka perempuan saat acara pengukuhan oleh Presiden Joko Widodo di Ibu Kota Nusantara (IKN) menuai kontroversi. Salah satu anggota Paskibraka tersebut adalah siswi dari SMA Negeri 8 Kota Jogja bernama Keynina Evelyn Candra.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 8 Jogja, Slamet Nugroho, mengatakan Evelyn sejak masuk ke sekolah memang kerap menggunakan jilbab. Ia kini duduk di kelas XI. Pihaknya mengaku tidak mendapatkan pemberitahuan dan penjelasan apapun soal kejadian pelepasan jilbab itu.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
"Dari sekolah sampai sekarang belum ada pemberitahuan secara resmi baik dari panitia terkait maupun tim Kesbangpol DIY/Kota Jogja," kata Slamet Kamis (15/8/2024) di Komplek Kepatihan seusai agenda Penyerahan Satyalancana Karya Satya.
Dia belum tahu kondisi Evelyn setelah kejadian itu viral. Sebab sejak awal dikarantina sampai saat ini anggota Paskibraka memang tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan orang lain. Pun demikian dengan orang tua murid, Slamet menyebut sampai sekarang pihaknya belum mendapatkan informasi.
Menurut Slamet, pihaknya menerima jika kejadian melepas jilbab itu muncul dari murid sendiri tanpa adanya pemaksaan. Namun, jika ada unsur pemaksaan dan murid tetap berkeinginan untuk memakai jilbab saat acara pengukuhan maka hal itu disebutnya melanggar hak untuk menjalankan ketentuan beragama bagi individu.
"Kalau misalnya si anak itu mau mengikhlaskan diri untuk lepas jilbab, ya kami tidak bisa memaksa untuk mempertahankan tetap mengenakan jilbab. Namun misalnya anaknya itu merasa terpaksa ya alangkah baiknya kami meminta kepada pemerintah atau pihak terkait agar anak itu tetap pakai," kata dia.
Slamet merespons pernyataan BPIP yang menyebut bahwa insiden melepas jilbab merupakan ketentuan dalam acara kenegaraan. Menurutnya keberagaman dan toleransi tentu harus dihargai oleh siapapun termasuk lembaga negara.
Sekolahnya juga sangat menghargai adanya perbedaan keyakinan dan tidak memaksakan tindak yang bertentangan dengan keyakinan murid.
"Kami juga menghormati bagi mereka yang merasa tidak nyaman kalau tidak berjilbab atau keyakinan saya berjilbab tapi tidak harus/tidak wajib ya monggo. Namun untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam tentu saja pasti gurunya menganjurkan untuk berjilbab karena itu adalah perintah agama," katanya.
Sebelumnya diberitakan Keputusan Kepala BPIP mengenai tata cara pakaian Paskibraka menuai polemik. Edaran itu dituding membatasi bahkan memaksa anggota Paskibraka perempuan menanggalkan jilbabnya.
Adapun beleid itu tertuang dalam Keputusan Kepala BPIP No. 35/2024 yang diterbitkan dalam rangka untuk menjaga kesakralan, wibawa dan kedisiplinan anggota Paskibraka. Aturan itu mengatur standar pakaian maupun atribut yang dikenakan oleh pasukan tersebut.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi menjelaskan momen pelepasan hijab atau jilbab Paskibraka tersebut merupakan tindakan yang sukarela dilakukan oleh petugas. Sehingga, tak ada sama sekali unsur pemaksaan.
"Sehubungan berkembangnya wacana di publik terkait tuduhan kepada BPIP melakukan pemaksaan lepas jilbab, BPIP memahami aspirasi masyarakat. BPIP menegaskan bahwa tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab," ujarnya.