by Imam Yuda Saputra Jibi Semarang - Espos.id Regional - Jumat, 5 Februari 2016 - 09:50 WIB
Semarangpos.com, SEMARANG – Tak mudah mempelajari alur cerita dalam pertunjukkan wayang potehi. Selain wayangnya yang berukuran kecil, dalang yang memainkannya pun terkadang menggunakan bahasa mandarin hokian yang tak dimengerti kebanyakan masyarakat di Indonesia.
Meski demikian, bukan berarti pertunjukkan wayang potehi atau yang lebih akrab disebut wayang kantung ini lantas kurang diminati. Terbukti saat pertunjukkan wayang ini digelar dalam festival Pasar Imlek Semawis (PIS) di Jl Gang Pinggir-Wotgandul Timur, Semarang, Kamis (4/2/2016) tak jarang pengunjung yang menyempatkan diri menyaksikannya.
Beberapa bahkan terlihat cukup antusias mengamati gerakan wayang potehi yang dimainkan dalang Thio Hauw Lie atau yang juga dikenal dengan nama Herdian Chandra Herawan itu.
“Memang enggak mudeng [paham] ceritanya. Tapi, wayangnya keliatan lucu. Apalagi, wayangnya kecil dan juga digerakan dengan jari-jari, jadi seperti boneka,” tutur salah satu pengunjung, Niva Andini, 20 tahun, warga Pasar Jimbaran, Ungaran, kepada Semarangpos.com di sela-sela menyaksikan pertunjukkan.
Meski tidak terlalu paham, Niva mengikuti pertunjukan wayang potehi itu hingga usai. Apalagi, ia tahu jika pertunjukkan wayang potehi ini terbilang unik dan jarang dipergelarkan.
Pernyataan Niva itu diamini oleh sang dalang, Herdian. Herdian mengaku kemungkinan di Jateng hanya dirinya seorang yang bisa memainkan wayang karung itu.
“Saya juga bisa main karena warisan turun temurun dari almarhum ayah, Pak Teguh [Thio Tiong Gie]. Dulu saat orde baru, pertunjukkan ini sempat dilarang dan baru diizinkan setelah eranya Gus Dur. Itu yang membuat perkembangannya terhambat,” ujar Herdian.
Meski bisa memainkan wayang potehi, jam terbang Herdian juga masih terbilang minim. Sejak menggantikan ayahnya pada 2014 lalu, ia baru mementaskan wayang potehi sebanyak lima kali.
Salah satu cerita yang paling disukainya adalah Poe Shi Giok, yang menceritakan kisah heroik seorang pendekar muda.
Selama berlangsungnya PIS dari tanggal 4-6 Februari, wayang potehi digelar sebanyak dua kali dalam sehari. Selain wayang potehi, para pengunjung PIS juga bisa menikmati pertunjukkan khas Tiongkok lain, seperti barongsai. Sementara itu, pembukaan PIS, Kamis malam berlangsung cukup meriah. Pembukaan itu diisi dengan acara makan bersama pada sebuah tuk [meja] sepanjang 100 meter lebih.