Esposin, GUNUNGKIDUL – Kisah miris dialami Sarno, seorang mantan pejuang Dwikora dan Trikora asal Kalurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Kakek berusia 84 tahun itu saat ini tinggal di gubuk bekas kandang ayam.
Kepada wartawan, Sarno menceritakan ketugasannya pertama kali pada 1960. Saat itu, dia sebagai pasukan militer sukarela ikut dalam upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Dalam menyelesaikan pemberontakan Dl/TII tersebut, Pemerintah RI menempuh dua cara, yaitu operasi militer dan politik. Operasi militer dilakukan dengan membentuk Komando Gerakan Banteng Nasional (GBN).
“Tugas kedua saya itu di Sumatra, memberantas PRRI [Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia],” kata Sarno ditemui di rumahnya, Jumat (2/8/2024).
Setelah itu, kata Sarno, dia bertugas di Sulawesi. Di sana, dia ikut menangkap Abdul Kahar Muzakkar, pemimpin gerakan DI/TII di Sulawesi. Tidak hanya itu, dia juga ikut merebut Irian Barat. Setelah itu, Sarno pergi ke Kalimantan antara 1964–1965. Di Kalimantan, dia ikut menjaga perbatasan sebagai tindak lanjut dari Kabinet Dwikora.
Pada 1966–1967, dia ikut memberantas sisa-sisa anggota/simpatisan PKI pasca-G30S PKI. Pada 1968, Sarno diberangkatkan ke Timor-Timur. Ketugasannya sebagai militer sukarela berakhir sekitar 1969.
“Setelah itu saya tidak masuk ke ABRI. Ada peraturan kan. Saya masuk dulu itu dalam status Wajib Militer Darurat yang hanya lima tahun. Lima tahun selesai, kalau negara dalam situasi genting, kami diangkatan lalu ditugaskan. Negara aman kami dikembalikan ke kampung. Aturannya begitu,” katanya.
Sarno juga mendapat tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia bagi warga negara Indonesia yang berturut-turut selama sewindu sejak tanggal 5 Oktober 1945 menjadi anggota Angkatan Perang Republik Indonesia bernama Bintang Sewindu.
Dia mempertanyakan nasibnya yang berbeda dengan rekan pejuang seangkatannya. Rekan pejuang Sarno, menurut pengakuannya mendapat kesempatan masuk pendidikan militer dan mendapat uang pensiun.
Sarno sebenarnya telah mengurus statusnya sebagai veteran. Dua kali dia mengurus permohonan itu dan tidak ada tindak lanjut.
“Saya pulang yang lain dapat pensiun, saya tidak dapat. Mengurus dua kali tidak dapat,” ucapnya.
Ketika dikonfirmasi wartawan, Staf Minvet Gunungkidul, Sunawan mengatakan pihaknya telah menerima dan menindaklanjuti permohonan Sarno untuk mendapat SK Veteran. Hanya, Minvet Gunungkidul mengaku tidak dapat berbuat banyak, karena keputusan pemberian SK bukan pada mereka.
"Proses mendapatkan SK Veteran Sarno terganjal dokumen administrasi mengenai pemberangkatan dan pemulangan Sarno ketika perang," ucap dia.