Esposin, SEMARANG - Jasa penjahit keliling banyak ditemukan kota-kota besar, tak terkecuali di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Meski jumlahnya tak banyak, jasa penjahit keliling atau tukang permak keliling seringkali dibutuhkan atau sebagai alternatif saat pelanggan membutuhkan reparasi pakain secepatnya. Berikut cerita atau kisah inspiratif penjahit keliling di Kota Semarang.
Kaki Wawan, 54, menginjak pedal mesin jahit. Mata serta tangannya fokus memegang kain dan jarum sembari mengatur ritme hentakan pedal sesuai dengan kebutuhan.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
Lelaki berkaca mata ini satu dari enam penjahit keliling yang saban hari mangkal di dekat Pasar Surtikanti, Kelurahan Bulu Lor, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Siang itu, Senin (2/9/2024), Wawan nampak kewalahan mengerjakan belasan bungkus pakaian untuk dipermak.
Kepada Esposin, Wawan menuturkan penjahit keliling yang akhirnya memilih mangkal di sepanjang Jalan Anggraini Raya berjumlah enam orang. Namun dua hari terakhir sebanyak tiga penjahit sedang pulang kampung.
“Dulu kami keliling, terus ibu yang punya warung sembako menawarkan tempat di sini sekitar tahun 2010. Kalau saya jadi penjahit sudah puluhan tahun,” ucap Wawan.
Semula hanya Wawan seorang diri yang mangkal di lokasi itu. Lambat laun, kawan-kawan sejawat lainnya yang biasa keliling kampung akhirnya memilih bergabung.
Sejak memutuskan menetap, para penjahit keliling itu mulai dikenal masyarakat dan sudah memiliki pelanggan tetap. Mereka juga tidak pernah bersaing satu dengan lainnya.
Bahkan mereka tak sungkan untuk saling berbagi orderan. Jika ada salah satu dari mereka sedang kerepotan mengerjakan orderan menumpuk.
Selain berbagi orderan, para penjahit ini juga saling berbagi benang maupun kain yang dibutuhkan. Kendati sama-sama menawarkan jasa permak, tidak ada aroma persaingan di antara mereka.
“Enggak boleh bersaing. Mau di sana, mau di sini boleh. Kalau di sini penuh, saya arahkan ke [penjahit] yang lain,” ungkapnya.
Dalam sehari, Wawan dan para penjahit tersebut bisa mengantongi penghasilan rata-rata Rp200.000 hingga Rp300.000, tergantung jumlah pesanan.
Dengan sistem berbagi untung tersebut, penjahit lainnya, Lukinto, 35, mengaku tidak pernah risau siapa yang mengerjakan paling banyak atau sedikit. Semua teman-temannya tak pernah berebut pelanggan.
“Intinya kalau ada pelanggan datang itu kita saling lirik dan mengarahkan ke yang kosong dulu. Karena kita kerja bareng-bareng,” terangnya.
Menurutnya, dengan sistem seperti itu dia tidak pernah terburu-buru mengerjakan orderan. Sehingga Lukinto dapat bekerja lebih tenang supaya hasilnya tidak mengecewakan pelanggan.
“Kadang kami saling back up satu sama lainnya ketika orderan sedang menumpuk. Enggak ada rasa persaingan untuk mencari pelanggan sebanyak-banyaknya," tutr Lukinto.