by Endro Guntoro Jibi Harian Jogja - Espos.id Jogja - Minggu, 1 Desember 2013 - 18:35 WIB
Harianregional.com, BANTUL – Demokrasi dalam pelaksaaan pemilihan dukuh (Pilduk) Dusun Joho Desa Jambitan Kecamatan Banguntapan Minggu (1/12/2013) ternoda.
Sekelompok masa pendukung calon dukuh kalap dan ngamuk di Tempat Pemungutan Suara (TPS) setelah penghitungan suara dimenangkan calon nomor urut 1 Wiarto.
Diduga dari kelompok pendukung calon nomor 2 Nur Ahmad Agung Dwinanto tak terima sehingga mengamuk dengan membanting kursi ke TPS 3 sebelum akhirnya bubar meninggalkan lokasi.
Pantauan Harianregional.com, kericuhan bermula menjelang detik-detik akhir penghitungan suara. Pendukung salah satu pasangan yang perolehan suaranya keok dibawah calon unggul, seketika langsung mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Ada yang merusak beberapa fasilitas TPS dengan melempar kursi. Kelompok ini langsung pergi meninggalkan tempat,” kata seorang saksi enggan disebutkan namanya kepada Harianregional.com.
Pemilihan dukuh Jogo diikuti tiga kandidat yakni nomor urut 1 Wiarto, nomor urut 2 Nur Ahmad Agung Dwinanto dan nomor urut 3 Badarodin. Saksi lain menyebutkan suasana memanas seketika muncul saat nyaris perhitungan sementara berakhir.
Perolehan suara nomor urut 1 Wiarto 370 suara diatas perolehan calon nomor urut 2 yang hanya meraih 360 suara dan calon nomor urut 3 hanya 213 suara.
“Mungkin karena hanya kalah tipis mereka teriak-teriak kecewa,” salah satu pendukung Wiarto.
Agus salah satu warga Joho menilai potret ngamuknya kelompok pendukung calonyang kalah mencerminkan demokrasi yang tumbuh di tingkat dusun di Jambitan belum berjalan baik.
“Demokratis tidak hanya mencakup proses yang bersih dan sehat, tapi juga kedewasaan menghadapi hasil pemungutan suara. Dan ternyata masyarakat kami belum siap,” ujar tokoh pemuda setempat menyesalkan ulah kubu kelompok ngamuk.
Hingga petang kemarin sejumlah personil Polsek Banguntapan masih disiagakan dilokasi kejadian untuk mengawal jalannya perhitungan suara sampai selesai. Petugas juga bersiaga untuk menghindari kemarahan warga meluas.