Esposin, JOGJA -- Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah favorit bagi pejabat yang ingin melakukan tindak pidana pencucian uang. Biasanya pejabat yang mmiliki uang ilegal membelanjakannya berupa pembelian aset di DIY.
Terbaru yakni mantan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo yang diduga melakukan pencucian uang dengan membeli aset berupa tanah dan membangun rumah di DIY.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, mengatakan pencucian uang yang dilakukan di wilayah DIY sebagian besar berupa pembelian aset properti. Yogyakarta memiliki daya tarik tersendiri karena dianggap nilai properti tumbuh pesat.
“Mungkin karena nilai properti di Jogja tumbuh pesat, sehingga jika dibelanjakan properti maka nilai uang dari tindakan pencucian tersebut akan bertambah,” jelasnya, Rabu (8/3/2023).
Namun, Zaenur menyebut daerah yang paling banyak ditemukan tindak pencucian uang bukan di DIY. Melainkan di Jakarta, Bali, dan Batam.
“Amatan kami, tiga daerah itu yang paling banyak jadi tempat pencucian uang. Kalau DIY masih di bawah tiga daerah itu,” kata dia.
Pencucian uang di DIY, jelass Zaenur, sebetulnya tidak memiliki kekhasan.
“Sama saja dengan daerah lain, mungkin yang membedakan pertumbuhan nilai properti itu. Sehingga cukup banyak digemari melakukan pencucian uang di DIY karena selain diharapkan tidak ketahuan juga diharapkan nilai uang yang dicuci juga bertambah seiring pertambahan nilai properti,” ujarnya.
Langkah untuk memberantas pencucian uang yang dilakukan di DIY, lanjut Zaenur, dengan memberlakukan secara tegas Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang No.25/2002.
“Jadi tidak hanya dijerat dengan korupsi tapi dengan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, selain untuk membuat efek jera juga untuk merampas hasil pencucian uang tersebut,” tegasnya.
Tindakkan tegas juga harus dilakukan pada pelaku tangan kanan yang dititipi atau yang membelanjakan aset dari pencucian uang tersebut.
“Bukan hanya pelaku utama pencucian uang, tapi juga pihak lain yang terlibat mempermudahnya terutama pelaku tangan kanan dari aktor utamanya,” jelasnya.
Zaenur Rohman meminta masyarakat Jogja untuk tidak mudah menerima permintaan yang diduga terkait pencucian uang.
“Misalnya ditawari ditransfer uang untuk dititipkan, tolak saja kalau alasannya tidak jelas atau ada kemungkinan uang tersebut dimaksudkan untuk disamarkan dari hasil korupsi. Soalnya jika diterima bisa saja masyarakat yang dititipi atau dimintakan membelanjakan pencucian uang bisa dipidana,” katanya.