Harianjogja.com, SLEMAN -Warga Dusun Tanjungtirto, Kalitirto, Berbah memasang papan larangan pengkavlingan Sultan Grond (SG) di lokasi yang sempat diklaim pihak tertentu pada Kamis (25/5/2017). Aksi ini merupakan tindak lanjut dari nota penjelasan yang dikeluarkan pihak Kraton dan ditujukan kepada warga.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Puluhan warga melakukan kerja bakti membongkar sejumlah batas kavling yang sudah ada. Papan yang dipasang secara tegas tertulis jika SG tidak dijualbelikan dan tidak disewakan dalam bentuk apapun.
“Surat yang kita terima itu kami terima sebagai perintah kemudian tindak lanjutnya seperti itu,” terang Kuncoro, salah satu warga Kalitirto kemarin.
Selain itu,warga juga mengirimkan surat kepada pengembang terkait yang memberikan pilihan untuk membongkar sendiri bangunannya atau dibongkar paksa warga.
Menurutnya, pengkavlingan yang telah dilakukan berupa pendirian bangunan permanen, pondasi, serta ada pula batas kavling berupa tali rafia dan seng seadanya. Kuncoro menegaskan jika kerja sepenuhnya merupakan inisiatif dan kegiatan warga tanpa campur tangan perangkat desa setempat.
“[Perangkat desa] Enggak ada yang berani muncul,” ujar dia. Surat ini sendiri sebelumnya diterima warga sehari sebelumnya dan langsung direspon masyarakat.
Adapun, surat yang dikeluarkan pihak Kraton merupakan respon atas audiensi warga Berbah yang pada 11 Mei lalu yang mengadukan tindakan pengkavlingan yang dilakukan oleh oknum yang mengaku sebagai ahli waris HB VII, melalui RM Triyanto Prastowo. Surat ini dinyatakan sebagai nota penjelasan dan permohonan bantuan pengawasan dan pengamanan SG di Berbah.
Terdapat 3 poin yang disampaikan dalam surat tersebut antara lain bahwa RM Triyanto memang merupakan turun ke-4 dari HB VII namun bukan sebagai ahli waris aset. Kedua, hal ini dikuatkan dengan Surat Penyimpanan Nomor 22 dari Kantor Notaris RM Wiranto tanggal 20 Januari 1858 yang tidak memuat nama RM Triyanto sebagai ahli waris sehingga tidak memiliki hak apapun atas SG di manapun. Ketiga yakni SG merupakan milik Kraton Yogyakarta dan bukan milik pribadi sultan yang bertahta.
Surat yang ditandatangani oleh GKR Condrokirono selaku Kawedanan Hageng Panitra Pura ini juga meminta pihak terkait untuk menolak dan tidak memberi izin pihak manapun yang melakukan pengkavlingan, penawaran jual beli, sewa menyewa atau hubungan hukum apapun tanpa ada persetujuan dari Penghageng Panitikismo Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sebelumnya, beberapa kali beredar kekancingan palsu dan pernah disinggung dalam pembahasan Raperdais di DPRD DIY 2016 silam. Selain di Sleman, sejumlah warga Kulonprogo juga resah terkait klaim oleh kelompok trah tertentu atas lahan SG.