Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Sejumlah pedagang di pasar tradisional Gunungkidul sempat khawatir dengan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada komoditas beras yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Namun demikian, dengan dicabutnya Peraturan Menteri Perdagangan No.47/2017 maka pedagang bisa lebih tenang terhadap aktivitas jual beli beras.
Salah seorang pedagang beras di Pasar Argosari, Wonosari, Tukino mengatakan, sangat sulit untuk dapat menyeragamkan harga beras dengan nilai eceran tertinggi Rp9.000 per kilogram. Ini lantaran, selain dipengaruhi oleh biaya produksi dan transportasi, penetapan harga juga mengacu pada jenis dan kualitas beras yang dipasarkan.
“Jenis beras itu sangat banyak dan dengan kualitas yang berbeda-beda seperti IR 64, rojo lele hingga mentik wangi. Setiap jenis ini memiliki kualitas yang berbeda sehingga harganya pun ikut berbeda,” kata Tukino kepada wartawan, Minggu (30/7/2017).
Dia menjelaskan, untuk saat ini menjual beras dengan harga yang bervariasi mulai dari Rp8.000 hingga Rp10.000 per kilogram. Penetapan harga itu sangat tergantung dengan jenis beras yang dijual. “Ini masih bisa lebih mahal lagi karena harga itu masuk di tingkat grosir, sedang untuk ecerannya bisa naik Rp1.000 per kilonya,” ujarnya.
Adanya keputusan yang menganulir Permendag No.47/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, Tukino mengaku lega karena HET beras batal berlaku. “Kalau sampai berlaku pasti akan banyak yang rugi, terutama pedagang dengan skala kecil,” imbuh dia.