Selain menyiggung tentang rencana pengusiran ivestor tambang yang tidak menyejahterakan rakyat,dalam siaran persnya Rabu (23/1/2013), Ketua DPC Repdem Kulonprogo, Andi Kartala juga mengatakan sistem pengelolaan tambang di Indonesia merupakan sistem 'Mendua'.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
"Maksudnya secara tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang. Dengan kata lain monopoli, oligopoli maupun praktik kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip pasal 33," jelas Andi.
Masalahnya, ternyata hak menguasai oleh negara itu didelegasikan ke sektor-sektor swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah sendiri, tanpa konsultasi apalagi sepersetujuan rakyat.
“Mendua karena dengan pendelegasian ini, peran swasta di dalam pengelolaan sumberdaya alam yang bersemangat sosialis ini menjadi demikian besar, dimana akumulasi modal dan kekayaan terjadi pada perusahaan-perusahaan swasta yang mendapat hak mengelola sumberdaya alam ini," tambah dia.
Dengan demikian kisruh pertambangan pasir besi di Kulonprogo, termasuk dugaan PT Jogja Megasa Iron (JMI) selaku operator pertambangan yang diduga hendak menjual konsentrat ke luar Kulonprogo, menurut DPC Repdem Kulonprogo, turut disebabkan sistem pengelolaan SDA yang tidak konsekuen dan dilakukan Pemerintah Indonesia.