Harianjogja.com, JOGJA-Meski proses pembuatan keris bisa dikatakan tak jauh berbeda, jenis dan bentuk keris akan menjadi berbeda sesuai dengan fungsi dan tujuan. Membuat keris yang berfungsi untuk cekelan diakui Ki Empu Sungkowo Harumbrodjo, harus lebih hati-hati ketimbang keris untuk gebyak.
Untuk menghasilkan sebilah keris, Ki Empu membutuhkan waktu rata-rata 30-40 hari. Itu pun, ia masih harus melakukan sejumlah ritual macam poso dino, yakni puasa selama tiga hari, Rabu Pon, Kamis Wage, Jumat Kliwon, menyiapkan uba rampe, hingga menghindari hari-hari tertentu yang menjadi pantangan bagi si pemesan.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
"Setiap pemesan memiliki pantangan hari yang berbeda-beda. Itulah sebabnya, membuat keris itu harus sabar dan tidak bisa dipaksa-paksa untuk cepat selesai," ucapnya.
Begitu juga dengan jenis bilah dan pamornya, ia biasanya menawarkan terlebih dahulu kepada para pemesannya. Dengan menyesuaikan watak pemesan yang diketahui dari neptu dan weton pemesan, ia kemudian mencari jenis bilah dan pamor mana yang cocok untuk pemesannya itu.
"Ya kalau untuk petani bisa memakai jenis beras utah dengan luk 13. Kalau untuk bisnis bisa memakai keris dengan jenis udan mas dengan luk 11," terangnya.
Dengan fungsi dan peruntukan yang berbeda-beda itu, maka bahan baku untuk membuat sebilah keris pun juga tak sama, terutama untuk pendok, mendak, dan warangka. Khusus untuk warangka, biasanya ia menggunakan kayu timoho sebagai bahan baku.
Selain memiliki corak yang bagus, kayu jenis ini tergolong kayu yang tak terlalu keras untuk dibentuk. Tak hanya itu, kayu timoho juga dipercaya memiliki nilai magis lebih tinggi daripada kayu lain yang biasa dipakai untuk warangka seperti kayu cendana.
"Meski kalau pakai kayu timoho, jatuhnya lebih mahal. Karena kayu ini susah didapatkannya," tuturnya.
Oleh karena itulah, ia mengaku sulit jika ditanya mengenai harga sebilah keris yang dibuatnya itu. Dalam menentukan harga, biasanya ia harus mengalkulasi terlebih dahulu secara keseluruhan bahan yang dipakai. Sejauh ini, harga keris dengan bahan standar yang dibuatnya, paling murah berkisar antara Rp7 juta-Rp15 juta. Sementara sejauh ini, keris paling mahal yang pernah dibuatnya adalah seharga lebih dari Rp60 juta.
"Tapi kalau untuk mendak dan pendok menggunakan bahan bertatah emas dan berlian, harganya bisa mencapai Rp100 juta lebih," ungkapnya.
Dengan harga semahal itu, ia selalu menekankan kepada pemesannya untuk pandai merawat keris buatannya itu. Tidak perlu harus menggelar ritual utuh, proses perawatan cukup bisa dilakukan dengan melakukan pelumasan bilah keris dengan menggunakan campuran minyak cendana dan minyak mawar kenanga setidaknya selama tiga hingga enak bulan sekali. Jika hal itu dilakukan secara rutin oleh si pemesan, maka ritual jamasan (pemandian pusaka) tidak perlu dilakukan rutin setiap tahun. Jamasan cukup dilakukan selama dua tahun sekali saja.
"Lagipula jamasan itu kan memakai jeruk nipis. Asam jeruk nipis itu bisa membuat baja keris menjadi cepat aus," ucapnya.