Esposin, SEMARANG – Ratusan orang yang terdiri dari seniman, aktivis, hingga musisi di Kota Semarang berkumpul di kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Kota Semarang untuk melampiaskan keresahan terhadap kondisi demokrasi tanah air.
Mereka lalu membuat panggung sederhana di depan patung Raden Saleh. Mereka juga turut memasang sebuah tulisan berisikan sebuah kata-kata “Peringatan Darurat”.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Sejurus kemudian baik seniman, aktivis hingga musisi secara bergantian menyuguhkan aksinya. Mulai dari orasi, pembacaan puisi, teatrikal, dan penampilan band.
“Seni adalah pesan kebenaran. Sedangkan seniman adalah pengantar surat itu,” buka Ketua Dewan Kesenian Semarang (Dekase), Adhitia Armitrianto, Minggu (25/8/2024) malam.
Melalui berbagai pertunjukkan karya seni, mereka tak sungkan mengkritik serta menunjukkan ekpresi kemarahan terhadap carut marut demokrasi menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Adhitia menyebut para seniman hingga musisi Kota Semarang telah muak dengan dinamika politik yang terjadi. Terutama ketika kontitusi negara dipermainkan untuk kepentingan segelintir orang.
“Oleh karenanya, kita nyatakan senyata-nyatanya bahwa kondisi sudah darurat. Konstitusi dimainkan seenaknya untuk kepentingan oligarki dan elit partai politik sampai pejabat lembaga negara,” resahnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan banyaknya massa yang turun ke jalan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Pilkada.
Sebagai bentuk kemarahan karena melihat nepotisme dipertontonkan.
Dirinya berharap adanya perubahan secara radikal terkait sistem negara. Indonesia harus berpijak pada Pancasila terutama sila ke-5 yakni “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
“Atas kondisi darurat ini kita harus serukan perlawanan dengan banyak bentuk pengkaryaan. Buatlah lukisan, puisi, lagu hingga pentas untuk menjelaskan situasi itu ke rakyat,” tukasnya.