Esposin, SEMARANG — Sebagai salah satu wilayah pesisir yang menghasilkan ikan laut di Jawa Tengah.
Tidak mengherankan apabila di Kota Semarang terdapat sebuah usaha pengolahan dan pengasapan ikan.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Salah satu sentra pengasapan ikan yang tersohor dan terbesar di Kota Semarang adalah “Kampung Mangoet” yang terletak di Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara.
Hampir saban hari di sentra pengasapan tidak pernah berhenti memproduksi berbagai jenis ikan laut. Usaha yang telah dijalankan selama bertahun-tahun menjadi penopang utama ekonomi masyarakat setempat.
Sayangnya, dari tahun ke tahun jumlah produksi pengasapan ikan di Bandarharjo terus menurun. Bahkan sedikit demi sedikit beberapa sentra yang terpaksa menutup tempat produksinya.
Sejak dialokasikan sebagai tempat pengasapan ikan. Sekitar tahun 1980an, terdapat 70 sentra yang memproduksi pengolahan ikan asap di Banjarharjo.
“Yang masih bertahan sekarang tinggal 23 sentra. Yang lainnya bertumbangan apalagi pas zaman pandemi Covid-19,” ucap pemilik sentra ikan Bu Tun, Iskandar kepada Esposin, Rabu (24/7/2024).
Iskandar adalah generasi kedua yang masih memproduksi sentra pengasapan ikan. Salah satu rahasia keberhasilan masih bisa bertahan adalah menjaga kualitas produksi.
Setiap harinya, Iskandar dibantu sama empat orang. Di tempatnya ia mengolah ikan asap seperti manyung, pari, dan tongkol.
Sedangkan hasil produksinya dipasarkan ke berbagai tempat di Kota Semarang maupun ke luar kota seperti daerah Demak dan Pati.
“Dinamika pengasapan ikan itu biasanya pasokan ikan lancar. Tapi pemasarannya turun. Jadi harganya sering tidak menentu mengikuti hasil produksi dan permintaan di pasar,” ungkapnya.
Pemilik usaha pengasapan ikan lainnya, Rukini membenarkan produksi sentra ikan di Banjarharjo tengah lesu. Saat lagi jaya-jayanya di sentranya bisa memproduksi ikan asap sampai 1 ton.
“Pasca pandemi Covid-19 itu paling mentok 5-7 kuintal. Kalau pasokan ikan kami ambil dari Jakarta, Pati, Bali dan nelayan setempat,” ujar Rukini.
Diceritakan Rukini dia sudah terjun dan menggeluti pengolahan ikan asap sejak remaja. Sebelum pesisir Kota Semarang banyak berdiri pabrik-pabrik, mayoritas laki-laki di Bandarharjo berprofesi sebagai nelayan.
Sentra-sentra pengasapan ikan di Bandarharjo pun tidak kesulitan mencari bahan baku. Seiring terjadinya dinamika perubahan profesi, mereka sering kali kesulitan mencari bahan baku utamanya ketika musim-musim badai di laut.
“Banyaknya sentra yang gulung tikar itu salah satunya nggak ada yang mau nerusin (regenerasi). Bahkan yang dulu buka sendiri sekarang malah ikut orang lain juga ada,” tukasnya.